Friday, April 13, 2012

A.K.U

"Sungguh benar bahwa pendidikan negara ini terbelenggu oleh dogma dan juga pesimisme. Ini yang harus diubah."

Entah apa pendapat Anda yang membaca tulisan ini, namun saya setuju bahwa sebagian besar sistem pendidikan negara ini perlu untuk diubah segera.

Kita harus keluar dari pakem-pakem yang ada. Rasanya sudah tidak lagi relevan ketika saat kita kecil, disuruh oleh guru untuk menggambar gunung, yang kita gambar adalah dua gunung di kanan-kiri dengan matahari mencuat ditengah gunung tersebut dan ada setapak jalan di tengah-tengahnya.

Benar bahwa pola gambar dua gunung pada gambar anak-anak memang sering sekali kita jumpai, termasuk juga pada sekolah-sekolah tingkat kanak-kanak dan juga sekolah dasar. Hal tersebut memang terjadi sudah cukup lama. Mungkin dari nenek moyang kita bangsa Indonesia sudah ada pola-pola gambar seperti itu. Pola gambar tersebut sangat jarang ditemukan di negara-negara lain selain Indonesia. Walaupun banyak negara yang memiliki kesamaan faktor alam terutama banyak gunung dan persawahan, namun hal tersebut tidak membuat gambar dua gunung ini populer di negara lain. Saya kurang tahu apakah guru-guru di negara ini masih mengajarkan cara menggambar gunung seperti itu kepada anak-anak didiknya. Hati kecil saya berharap tidak. Saya berharap di era iPad, iPhone ini ada terobosan dalam cara mengajar.

Atau mungkin saya dan Anda juga adalah korban dari kalimat "Ibu memasak di dapur, dan ayah sedang ... (contekan ada di akhir tulisan). Sistem pengulangan dari generasi ke generasi dalam hal pendidikan menurut saya, kuranglah tepat. Karena inovasi juga harus dibangun. Dan masa-masa yang tepat untuk memberikan pencerahan, cara pikir baru dimulai sejak dini.

Pendidikan bukanlah hanya tugas pemerintah semata. Namun sudah menjadi tugas kita semua (Para pemuda, wanita, orang tua, kita semua) lah yang bertugas mendidik masyarakat kita. Apabila Anda memiliki anak, Anda lah yang memegang peranan terbesar dalam pendidikan anak Anda. Pendidikan bukan hanya sekedar menjadi tugas guru di sekolah. Semua pelajaran dimulai dari keluarga dan kemudian lembaga pendidikan bertugas untuk mempertajam.

Sialnya, banyak lembaga pendidikan memberikan pengajaran yang salah. Mereka terlalu terpaku kepada teks atau sistem yang seringkali "turun-temurun" dari generasi yang dahulu dengan materi yang 'itu-itu' juga. Ketika seseorang atau sebuah sistem yang terkesan baru dan lebih inovatif, sistem tersebut seringkali dimusuhi. Sekolah harusnya memberikan optimisme. Berapa kali kita mendengar teman-teman sebaya kita justru merasa pesimis bisa mendapatkan ranking karena gurunya sudah menghakimi bahwa sekuat apapun anak tersebut mencoba, ranking tidak akan didapat.

Saya sendiri beruntung sempat mengalami sistem pengajaran yang sama sekali berbeda saat saya kuliah karena saya dan teman-teman mendapatkan seorang dosen yang memang bekerja di Amerika Serikat dan ketika dia pulang ke Indonesia, dia memutuskan untuk mengajar paruh waktu. Dia mengajarkan sistem pengajaran yang dilakukan di Amerika Serikat. Prosesnya? Sulit! Kami dipaksa untuk keluar dari pakem yang ada. Kami harus keluar dari cara pikir bahwa menggambar gunung bukan hanya dua gunung di kanan-kiri dan ada matahari di tengahnya. Kami harus keluar dari semua pakem yang ada. Sulit sekali rasanya.

Namun hasilnya? Terobosan! Saya dan teman-teman mendapatkan sebuah cara pikir baru. Ide-ide liar kami berhasil dieksekusi dengan baik menjadi sesuatu yang positif dan fresh. Tentu kami bangga dengan hasilnya karena kami sendiri tidak pernah berpikir bisa melewati cara pikir kami yang kuno. Sisi negatifnya? Dosen tersebut dimusuhi oleh para dosen lainnya, karena menurut dosen lainnya, cara mengajar seperti itu tidaklah layak digunakan di ranah pendidikan Indonesia. Jadi, optimisme semacam inilah yang harusnya diberikan oleh para pengajar kepada anak-anak didiknya. Saya mendorong kita semua untuk memberikan optimisme kepada orang lain. Dan untuk para pengajar, Anda seharusnya lebih memperhatikan A.K.U ketimbang materi pelajaran semata. Apa itu A.K.U?

A : Ambisi
Saya rasa banyak lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan banyak hal kepada anak muridnya namun sayangnya mereka tidak mendorong atau tidak membantu sang murid untuk menemukan apa yang menjadi arah atau ambisi mereka. Seakan-akan sudah menjadi tugas si murid sendiri untuk mencari tahu apa yang menjadi arah mereka. Mungkin benar bahwa ada beberapa orang yang sudah mengetahui apa yang menjadi arah mereka. Namun bagaimana nasib mereka yang tidak mengerti atau tidak mengetahui kemana arah mereka? Bagaimana kalau mereka tidak mengerti cara menemukan apa yang menjadi passion mereka dan tidak ada yang menolong mereka?

K : Kemampuan dan Kemauan
Semua orang ingin terkenal dan menjadi sukses. Namun seberapa besar kemauan Anda untuk bisa menjadi sukses? Besar atau kecil. Apakah kemauan Anda untuk menjadi sukses juga dibantu oleh kemampuan Anda? Apakah Anda menyadari apa yang menjadi kelemahan Anda dan juga menyadari apa yang menjadi kelebihan Anda? Sudahkah Anda hanya terfokus untuk mengasah kelebihan Anda ketimbang berkutat untuk menyempurnakan kelemahan Anda yang hasilnya tidak akan maksimal? Kalau Anda berpikir bahwa uang atau modal yang menjadi kendala utama Anda untuk bisa berkembang, buang jauh-jauh pemikiran itu. Karena Anda diberikan Tuhan kemampuan untuk bisa dikembangkan menjadi uang (terlepas dari besar atau kecilnya harga yang didapat). Permasalahannya, Anda mau menggunakan kemampuan tersebut atau tidak?

U : Usaha
Ketika Anda memiliki arah, tujuan, kemauan dan juga kemampuan untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita Anda. Sudahkah Anda berusaha untuk meraihnya? Atau Anda hanya sekedar diam mematung? Benar bahwa semua tergantung kepada Anda. Namun Anda akan lebih sulit menjalankan usaha Anda ketika Anda tidak menemukan lingkungan atau orang-orang yang tidak mendukung Anda. Anda akan lebih mudah merasa pesimis ketika Anda merasa orang tua Anda, teman-teman Anda, pasangan Anda, keluarga Anda, guru Anda, pembimbing Anda malah ikut mematahkan semangat Anda. Kita tidak akan pernah bisa memiliki apa yang menjadi cita-cita kita kalau kita tidak pernah mengusahakannya. Sulit? Pasti! Tetapi semua bukan masalah berapa kali Anda jatuh, tetapi berapa kali Anda menahan nafas dan kembali bangkit.

Saya adalah seseorang yang cenderung memiliki bawaan karakter pesimis. Jadi untuk saya pribadi, merubah cara pikir saya menjadi lebih optimis sangatlah susah. Benar. Mempertahankan cara pikir untuk terus berpikir positif sungguh menguras tenaga, pikiran, waktu, emosi dan juga ketahanan tubuh. Namun cara pikir positif ini harus dilatih. Kenapa? Karena kemalasan mungkin datang dalam bentuk yang menarik, tetapi tidak ada kepuasan yang datang dari kemalasan. Ketika Anda menentukan arah, memantapkan langkah menggapai cita-cita atau impian yang Anda mau. Mengerahkan segenap kemauan dan kemampuan Anda serta menanamkan secara terus menerus sikap optimis dalam diri Anda. Saya yakin, kepuasan kesuksesan Anda akan terasa lebih nikmat ketika Anda melihat diri Anda sudah melewati semua itu.

---------------------------------
*Contekan jawaban ""Ibu memasak di dapur, dan ayah sedang membaca koran di teras."

No comments:

Post a Comment