"Dia = Tre, Kerjakan ini dulu lah kau. Ini mendesak!
Saya = Tak bisa lah bos. Kerjaan ini penting.
Dia = Lah, gimana lah kau? Yang mendesak itu yang penting.
Saya = O ye?"

Menurut saya, sebagai pekerja kantoran / pekerja swasta, ada 3 jenis tugas atau ruang kerja yang bisa dipisahkan selama kita bekerja di perusahaan.
- Tugas yang bersifat teknis. Menurut saya pekerjaan yang bersifat teknis adalah pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan yang berada di level bawah. Memang pekerjaannya dilaksanakan secara rinci (spesialis) namun cakupannya secara teknis bisa dibilang sempit.
- Tugas yang bersifat taktis. Kalau Anda berada di dalam posisi/ level menengah, Disini, pekerjaan yang dilakukan merupakan kombinasi antara setengah pekerjaan teknis dengan setengah strategis dalam tatanan operasional perusahaan dan bisa jadi lintas bidang fungsional, seperti marketing, promosi, sales, distribusi dan lainnya.
- Tugas yang bersifat strategis. Tugas-tugas ini biasanya dilakukan oleh seorang yang berada di level atas, karena beban tanggung jawabnya tinggi dan berhubungan dengan strategi-strategi yang akan membuat keberlangsungan hidup perusahaan.
Permasalahannya, terkadang saya melihat perusahaan ingin agar semua karyawannya (kalau bisa) multifungsi, multijob, dan multipressure. Dalam artian kalau bisa, cukup satu orang yang meng-handle berbagai pekerjaan dengan alasan menurunkan biaya perusahaan. Saya yakin ada beberapa perusahaan yang malas mencari orang baru dengan alasan budget, padahal karyawan di dalam divisi itu sudah sangat kewalahan dengan beban kerjanya. Sehatkah? Menurut saya tidak.
Seperti yang saya bilang, pekerjaan dadakan yang mendesak seringkali terkesan penting. Dilema untuk siapapun yang berada dalam posisi ini. Kenapa? Karena sialnya, pada akhirnya kita cenderung untuk memilih mengerjakan pekerjaan yang mendesak. Kenapa?
Kalau kita tidak menyelesaikan pekerjaan yang mendesak (Apalagi bos yang memberikan pekerjaan itu) Resikonya kita dianggap tidak kooperatif atau tidak suportif karena pekerjaan orang lain atau departemen lain jadi terhambat karena kita. Belum lagi secara tidak sadar, kita dituntut untuk multitasking oleh perusahaan yang (sialnya) kalau kita berhasil mengerjakan pekerjaan yang mendesak dengan baik, tidak tertutup kemungkinan pekerjaan-pekerjaan mendesak (dadakan) berikutnya akan datang lagi. Akibatnya? Kita harus dengan pintar memutuskan atau berpikir ulang tentang perencanaan kerja kita yang berakibat mundurnya deadline.
Pertanyaan saya, dari beberapa pemikiran diatas, salahkah kita mendahulukan pekerjaan yang mendesak? Tentu, sah-sah saja untuk melakukan pekerjaan yang mendesak, namun apakah kita sudah bekerja secara efektif dan fokus terhadap pekerjaan tersebut? Saya rasa, justru kalau kita lebih sering mendahulukan pekerjaan yang mendesak, kita terjebak dalam kultur SEBISA MUNGKIN DADAKAN, sehingga menyebabkan tidak adanya planning. Karena kita mendahulukan pekerjaan yang bersifat kuantitas daripada mendahulukan kualitas pekerjaan yang kita kerjakan. Pekerjaan kita kerjakan asal selesai, memenuhi deadline, kualitasnya? Nanti saja belakangan.
Saya yakin lebih banyak karyawan yang mendahulukan pekerjaan yang mendesak dibanding mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang penting. Padahal kalau Anda telisik diawal perekrutan Anda di perusahaan, perusahaan lebih menginginkan Anda memberikan kontribusi secara kualitas, bukan kuantitas. Kenyataannya seringkali perusahaan menginginkan Anda berpikir secara kritis, antisipatif agar Anda bisa menelurkan ide-ide kreatif dan inovatif bersamaan dengan pekerjaan yang mendesak yang dadakan. Masih bisakah Anda berpikir secara kritis, antisipatif dan kreatif ketika Anda mengetahui deadline untuk pekerjaan dadakan itu tinggal setengah jam lagi? Atau mungkin 15 menit lagi? Saya biasanya mengakali pekerjaan mendadak ini dengan memberikan informasi bahwa pekerjaan yang sedang saya lakukan lebih penting atau setidaknya saya meminta waktu untuk melanjutkan pekerjaan yang sedang saya kerjakan terlebih dahulu.
Saya kembalikan lagi kepada Anda. Benarkah yang mendesak itu selalu lebih penting daripada yang penting?
No comments:
Post a Comment