Saturday, March 24, 2012

Seputar Kenaikan BBM

"Turunkan harga BBM! Rakyat sudah dan sedang susah! Pemerintah tidak mendukung wong cilik! Pemerintah jahat! Pemerintah lintah darat. Pemerintah galau ah, nggak asyik! (?)"

Setidaknya begitulah emosi rakyat di berbagai tempat menentang kenaikan harga BBM apabila saya membaca dari koran, melihat berita dan juga desas-desus keluhan yang terjadi nantinya.

Saya sendiri tidak menentang kenaikan BBM, karena walaupun (sebenarnya) terbebani dan akan ikut merasakan kenaikan harga BBM nantinya apabila jadi dinaikkan 1 April mendatang. Kalau bisa, saya juga tidak menginginkan harga bensin naik. Tetapi, setidaknya saya mengerti bahwa kenaikan harga BBM adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Sialnya, kenaikan bensin ini selalu diikuti dengan kenaikan lainnya, misalnya kenaikan listrik, tarif transportasi seperti kereta, bus, kapal dsb, harga barang dan jasa.

Seperti yang kita tahu, demo menentang kenaikan BBM dilakukan hampir setiap hari, entah dari kaum buruh, pelajar, mahasiswa, ibu-ibu, hingga waria. Dari apa yang saya baca, dengar dan teliti, menurut saya kesalahan terbesar yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1960-an adalah pemerintah menetapkan harga minyak secara tidak fluktuatif atau tidak mengikuti kisaran pasar dunia yang berlaku. Pemerintah melakukan kesalahan fatal dengan memukul harga minyak secara rata dan mensubsidi pula.

Saya rasa mungkin akan lebih baik kalau saja dari dahulu harga minyak disesuaikan setiap 15 hari (seperti Shell/Petronas/Total) Jadi ketika ada gejolak di dunia, harga minyak 'disesuaikan'. Jadi rakyat pun belajar, ketika harga naik, pasti ada sesuatu yang jelas dan pasti kenapa harga minyak bisa naik. Karena itu yang terjadi kepada saya ketika saya mengetahui harga bensin Shell menyentuh Rp.9.550 per liter, pasti ada sesuatu yang memanas di belahan dunia sebelah sana. Dan ternyata benar, terjadi perseteruan antara Iran dengan AS di belahan dunia lainnya.

Sedangkan yang terjadi di Indonesia adalah pemerintah meninabobokan rakyatnya dengan 'mensubsidi' minyak sedari dahulu, jadi wajar kalau rakyatnya manja. Rakyat tidak mau belajar dan peduli bahwa harga minyak ditentukan oleh Dunia. Bukan hanya pemerintah. Rakyat hanya tahu sedari jaman dahulu, harga harga bensin lebih murah daripada sekaleng Coca Cola.

Saya rasa, hanya di Indonesia harga bensin bisa lebih murah daripada Coca Cola. Bayangkan, 1 liter bensin premium hanya Rp 4.500. Bandingkan dengan India (Rp 12.000), Vietnam (Rp 10.000), Korea (Rp 16.000) Jadi, sekarang pemerintah kelabakan menghadapi rengekan jutaan para anak-anaknya yang manja di tanah air. Padahal jelas, pemerintah sendiri yang membesarkan anak-anak yang dimanjakan ini sedari dahulu demi alasan popularitas dan lainnya.

Latar Belakang

Perlu diketahui bahwa Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara penghasil minyak meski kekayaan alam negara kita (katanya) berlimpah. Sejak jaman Orde Baru, kita tidak lagi menguasai, mengeksplorasi, mengilang, menyediakan dan mendistribusikan BBM dengan harga terjangkau. Sejak jaman Orde Baru-lah kita mengenal subsidi BBM. Bahkan ketika Indonesia menjadi anggota OPEC pun, subsidi masih terus dilakukan.

Kesalahan kita di Orde Baru adalah kita dililit oleh hutang luar negeri. Kita tetap mau ditekan oleh lembaga-lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia dan negara-negara Barat. Pada tahun 1960-an, kita dipaksa menyetujui megaproyek-megaproyek yang sebenarnya belum dibutuhkan oleh rakyat Indonesia, maka dibutuhkanlah pendanaan proyek yang bernama pinjaman luar negeri. Sialnya, pinjaman itu digelembungkan dan sebagian diberikan kepada penguasa sehingga otomatis pembangunan hanya menguntung pihak pusat.

Ketika hutang kita sudah banyak (saat ini 1.700 triliun rupiah), pemerintah kita dipaksa menjual aset-aset seperti konsesi migas dan tambang kepada perusahaan multinasional negara Barat untuk pelunasan hutang. Akibatnya? Indonesia pun harus membeli migas kepada perusahaan luar tersebut walaupun migas tersebut berasal dari bumi Indonesia. Dari 1.400 triliun anggaran belanja per tahun, sebagian besar digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan seperti membayar gaji PNS yang naik setiap tahun, membeli pesawat kepresidenan, mendanai studi banding DPR, dan lainnya. Sialnya lagi, anggaran itulah yang paling sering dikorupsi oleh pejabat dan politisi.

Indonesia bukan hanya Jawa, euy
Rakyat Indonesia (Khususnya di pulau Jawa) mungkin melakukan demo tetapi tidak cerdas. Rakyat tidak bisa menerima dan tidak mau tahu, bahwa keadaan di luar dunia Indonesia yang juga menjadi penyebab kenapa harga BBM pun naik. Rakyat Indonesia berpikir bahwa yang menggunakan BBM hanyalah Indonesia. Padahal, harga bensin di luar negeri jauh lebih mahal daripada di Indonesia. Rakyat tahunya dan hanya maunya harga bensin tetap Rp 4.500 sampai nanti dunia kiamat dan kalau bisa tidak ada kenaikan lagi. Padahal kita tahu, cadangan minyak dunia menipis dan sesuai permintaan pasar semakin sedikit kuantitas, harga semakin melambung.

Seperti yang saya bilang bahwa pemerintah memelihara anak-anaknya yang manja dan pemalas khususnya di pulau Jawa. Saya sendiri mendapat pesan berantai bahwa teman-teman kita yang berada di timur Indonesia setuju kenaikan bensin menjadi Rp 6500 / 7000 per liter. Kenapa? Karena di belahan timur Indonesia, sering didapati pom bensin kosong berminggu-minggu dan harga bensin mencapai Rp 70.000 per liter. Ingat bahwa Indonesia bukan hanya pulau Jawa. Teman-teman saya yang di Kalimantan pun mengeluhkan hal yang sama.

Apa yang bisa dilakukan?
Saya rasa banyak yang harusnya bisa dilakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi akibat dari kenaikan BBM yang tidak terelakkan ini. Bisa dengan tidak begitu mudah memberikan kredit kendaraan bermotor kepada masyarakat. Saya setuju pemerintah menaikkan Down Payment kendaraan bermotor menjadi 20-30 persen ketimbang dengan Rp 300.000 sudah bisa bawa pulang motor / mobil. Malah, kalau bisa DP dijadikan 50% saja untuk menekan jumlah kendaraan bermotor di Ibukota.

Menurut saya, lebih baik pemerintah menhgapus saja Busway / Transjakarta karena tidak efektif karena setelah beberapa tahun berjalan, sistem dan pelayanan yang ada makin menurun dan tidak membuat masyarakat mau pindah dari kendaraan pribadinya. Lebih baik pemerintah membangun transportasi massal yang bisa mengangkut banyak orang seperti Subway / MRT di Jakarta. Saya yakin Jakarta bisa memiliki kedua angkutan masal itu. Kalau Bangkok dan Singapore bisa, Jakarta juga bisa. Yang dibutuhkan hanyalah keseriusan dalam merintisnya. Sayangnya, bangsa kita bukanlah bangsa yang serius dalam merencanakan sesuatu dalam jangka panjang.

Kesimpulannya
  • Untuk Anda-Anda para pendemo penentang kenaikan BBM, sudahkah Anda menyadari bahwa kenaikan BBM ini harus dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara kita?
  • Sudahkah Anda menyadari kesusahan teman-teman kita yang berada di luar pulau Jawa yang harus mengantri berhari-hari bahkan bisa berminggu-minggu kiriman BBM? Itupun dengan harga yang sangat mahal? (Entah apa jadinya kalau di Jakarta harga bensin Rp 70.000 per liter atau misalnya BBM tidak ada selama berminggu-minggu seperti di belahan timur Indonesia)
  • Sudahkah Anda menyadari bahwa ada gejolak di luar bumi Indonesia (seperti di Iran) yang sekarang memegang kendali atas terjadinya pergolakan harga minyak karena perang?
  • Sudahkah Anda menyadari bahwa sebenarnya kenaikan harga minyak ini karena sebenarnya kesalahan kita sendiri sebagai negara yang tidak becus mengelola kekayaan alam sendiri sedari dahulu kala?

No comments:

Post a Comment