Monday, March 26, 2012

Sayap Ibu

"Memutuskan untuk berlibur ke Jogjakarta sepanjang liburan panjang kemarin sangat berkesan. Bukan karena hanya nikmatnya gudeg dan makanan-makanan enak nan murah dan juga pemandangan indah kota Jogja, tetapi juga karena saya belajar sesuatu yang penting."

Kejadiannya ketika saya dan teman-teman sedang bingung arah dan menanyakan alamat. Maklum, yang namanya turis lokal, kami tidak terlalu tahu arah dan juga kami tidak memakai tur guide lokal. Karena kami bingung arah mana yang kami akan tempuh, kami melihat sebuah plang papan nama. "Panti Asuhan Sayap Ibu", begitulah yang tertulis di papan masuk panti asuhan itu saat kami tersesat . Masuklah kami ke dalam Panti dengan tujuan menanyakan arah.

Saat saya dan teman-teman masuk ke panti asuhan, sayup-sayup terdengar suara-suara bayi, seorang ibu yang tampaknya menjadi pengelola panti menyadari kehadiran kami, "Silahkan Mas, Mbak. Monggo, apa yang bisa kami bantu?" Kami yang tadinya sekedar mau menanyakan arah, malah jadi mengobrol dengan ibu pengelola panti dan jadi penasaran dengan tempat ini. Ibu pengelola panti itu menjelaskan bahwa Panti Asuhan Sayap Ibu hanya fokus menampung bayi-bayi terlantar yang dibuang orang tuanya.

Kami diajak berkeliling dan melihat ada sekitar 20-an bayi mungil yang tidur dalam kasur yang dikelilingi pembatas. Bayi-bayi ini tidak tau siapa ayah ibunya. Ada yang tertidur ada yang berguling-guling menikmati botol susunya. Ada yang sedang dininabobokan. Saya yakin siapapun yang masih punya hati nurani akan merasa miris melihatnya. Ayah ibu mereka entah siapa.

Ibu Panti juga bercerita awalnya bayi-bayi cacat ini lahir karena gagal di aborsi. Ayah-ibunya tidak mengharapkan kehadiran mereka. Segala macam cara dilakukan, namun seperti di Alkitab dikatakan, bahwa Tuhan punya rencana untuk setiap orang bahkan sebelum mereka bakal janin, anak-anak ini tetap lahir mereka walau dalam kondisi cacat akibat ulah orangtuanya sendiri. Mereka pemuja kenikmatan dunia yang mau enak tapi tidak mau anak.

Ibu panti juga menjelaskan bahwa "Jatah biaya makan dari pemerintah hanya 2.500 rupiah per anak per hari. Bayangkan, dengan makanan burung saja lebih mahal makanan burung." Miris sekali kami mendengarnya. Kami yang biasa bersenang-senang, makan di restoran, jalan-jalan di mal bisa dengan cukup mudah mengeluarkan 100-200 ribu rupiah setiap minggu sementara bayi bayi ini hanya memiliki jatah Rp 2.500? Sungguh, di detik itu, kami merasa sangat malu.

Kami melihat ada bayi yang sedang tidur siang, ada beberapa yang terbangun terdiam menatap langit-langit kamar, mencari-cari sentuhan orang lain yang mau menggendong mereka, membelai mereka. Teman saya ikut menggendong dan gemas oleh beberapa bayi mungil yang sedang tidur dengan tutupan kelambu. Dalam 'tur singkat' itu, kami juga dikenalkan dengan seorang sukarelawan yang ikut menjaga panti. "Ini mas, mbak. Kenalkan namanya Lina. Dia paling pintar di sini, sekolahnya juga pintar, sudah lulus SMA, bisa komputer, bisa pakai jilbab sendiri. Mbak Lina yang membantu kami mengelola yayasan ini" lanjut ibu Panti.

Saya dan teman-teman memandang Lina. Nama aslinya Putri Herlina. Seorang gadis yang cantik, manis, berkulit putih, berambut panjang, dengan senyum yang mengembang … tetapi dia tidak memiliki sepasang tangan. Kami hanya bengong, tertegun dan malu sendiri melihat sosoknya.

Sosok bernama Lina ini jelas lebih muda dari kami, namun dia berdiri dengan semangat dan senyumnya menunjukkan bahwa dia yakin orang lain tidak akan menemukan kekurang di dirinya. Kami melanjutkan 'tur singkat' kami bersama Lina.

"Saya dulu seperti mereka. Saya cacat sejak lahir dan tinggal di panti ini, sekarang ada 30 bayi cacat yang dikumpulkan di Panti di Kadirojo Kalasan sana, semua nasibnya sama dengan saya. Sejak kecil tidak tau siapa orang tua kami" Lina mulai bercerita.
"Lina sekolah dimana dulu?" tanya teman saya.
"Saya sekolah di sekolah biasa, saya gak mau dikasihani. Saya SMP di sekolah Muhammadiyah biasa. SMA juga disana. Saya tidak minta meja khusus. Saya menulis semua dengan kaki. Sulit sih memang awalnya. Tapi lama-lama, bisa kok!" Lina bercerita dengan senyum cerahnya.

"Lagipula, siapa lagi yang mau merawat mereka? Kami disini bertekad menjaga mereka, ini sudah amanat Allah, mereka tetap manusia walau cacat diseluruh tubuhnya." kata Lina.
"Lina tiap hari datang kesini?" saya bertanya.
"Iya, saya bantu ibu-ibu pengelola yayasan ini. Saya bisa lakukan semuanya kok, ngetik, internet, pakai HP aku bisa semua pakai kakiku. Tuhan itu Maha Adil, di setiap kekurangan yang dimiliki manusia, pasti ada kelebihannya. Saya juga pernah kerja jadi MC lho, di Amplaz (Ambarukmo Plaza Jogja) untuk acara anak-anak penyandang cacat. Cuek aja saya maju di panggung, pokoknya saya tidak mau dibedakan dengan yang lain." katanya berbinar-binar. Senyumnya mengembang. Anak ini luar biasa. Jujur, saya malu karena kalah dengan semangatnya.

Putri Herlina. Di sekolah dia dipanggil Putri. Di panti dia dipanggil Lina. Gadis cantik ini tumbuh di dalam panti dengan semua keterbatasannya dan sekarang menjadi gadis yang cerdasdan mendedikasikan waktunya untuk mengurus bayi-bayi yang senasib dengannya. Kami semua melihat tiba-tiba melihat dia begitu sempurna. Seperti ada tangan yang tumbuh keluar dari hatinya. Tangan yang indah yang bisa memeluk bayi-bayi malang di dalam sana. Seperti sayap yang dimiliki ibu yang mengasihi anak-anaknya. Sungguh malu kami jika melihat semangatnya! Tangan-tangan fisik kami kalah tangkas dengan semangat yang keluar dari sosok yang tidak memiliki tangan itu.

Saat kami selesai mengikuti tur singkat itu, kami juga bertemu dengan Bapak Saptuari dengan istrinya. Mereka adalah rekan donatur yang juga secara rutin memberikan donasi dari para donatur dan hingga hari ini masih mencari donatur untuk Panti Asuhan Sayap Ibu ini. Akhir kata, kami akhirnya malahan bertanya arah kepada bapak Saptuari dan tidak diduga-duga, arah yang kami tuju searah dengan arah Bapak Saptuari. Jadinya, nebeng gratis deh. Setidaknya saya juga belajar bahwa jalan-jalan tidak harus selalu dengan ke tempat-tempat mewah. Mengunjungi panti secara 'tersesat' juga seru dan berkesan.

Saya jadi ingat nasib bayi yang ditelantarkan oleh orang tuanya juga di RS Efarina Etaham, Purwakarta. Bayi super lucu yang mirip saya. Kemana ya dia? Mudah-mudahan dia sehat dan jadi orang yang berguna untuk siapa pun yang mengadopsinya nanti. Amin.


-----------------------------------

Teman-teman,
Saat ini ada 18 bayi normal, dan 30 bayi cacat di Panti Asuhan Sayap Ibu. Mereka berjuang hidup hanya dengan bantuan pemerintah yang tidak seberapa (Rp 2.500/hari/anak) dan dari donatur. Saat ini hanya ada 2 donatur tetap di Panti ini, selebihnya adalah donatur tidak tetap yang datang silih berganti.

Mari kita bantu, kalian bisa mengirimkan donasi kalian lewat Bapak Saptuari di rekening BCA 4564921400 a/n Saptuari Sugiharto. Nantinya Bapak Saptuari sendirilah yang akan memberikan donasi tersebut ke Panti ini. Kalau masih ragu, bisa langsung follow twitter dari Bapak Saptuari untuk menanyakan seputar donasi di sini atau sekedar berbincang-bincang.

Oh ya, apabila ada teman-teman yang sedang ada di Jogja, berencana ke Jogja dan berminat untuk mengunjungi panti ini. Berikut alamatnya : Jl Rajawali 3A Pringwulung. Yogyakarta - Indonesia. Telp : (0274) 514068

Saya ingin mengajak teman-teman merenung. Seberapa pantasnya sih kita masuk surga jika kita masih nyaman makan di McD, KFC, Pizzahut, Hoka-Hoka Bento, Starbucks, Sushi Tei, dsb. Habis ratusan ribu sekali beli sementara kita hanya berdiam diri melihat tubuh-tubuh mungil itu mendapat jatah makan dari pemerintah yang harganya tidak lebih mahal dari makanan burung.

Kalian juga bisa menshare cerita ini ke teman-teman dengan cukup mengcopy link alamat tulisan ini ( http://trehaushinka.blogspot.com/2012/03/lost-then-found-mothers-wing.html ) ke teman-teman kalian agar lebih banyak orang yang tergugah hatinya. Terima kasih.

-----------------------------------
Foto-Foto Putri Herlina bersama adik-adik yang cacat di Panti Sayap Ibu
Putri dengan Selly (Bayi yang ditinggal begitu saja di rumah sakit) yang menderita cacat dalam sehingga tidak bisa menelan. Selly harus minum susu harus lewat hidung. Kakinya kaku dan hanya berbaring di tempat tidur. Lihatlah Putri yang sedang membelai Selly dengan 'tangan' bidadarinya. Mata kita tidak bisa secara fisik melihatnya.

Bapak Saptuari dengan Indah, umur 6 tahun buta sejak lahir. Indah tidak memiliki bola mata. Setiap hari hanya bisa berjalan dengan dituntun di sekitar panti. Di Sayap Ibu Kalasan lebih dari 30 anak-anak korban Aborsi. Gagal. Cacat. Dibuang dan ditinggalkan. Bisa jadi sampai tua mereka disana. Siapa yang mau mengurusnya? Ada yang tega membuang mereka begitu saja di pinggir jalan. Membiarkan mereka hilang, terluka dan tersiksa dihempaskan kelaparan.

Mereka Anak-Anak Manusia. Sudah tidak memiliki orang tua. Dibuang sejak lahir ditambah cacat mental dan raganya. Panti Asuhan yang mengurus mereka bebannya 2-3 kali lipat dari Panti Asuhan biasa yang anak-anaknya yatim tapi normal semua. Tinggal kita mau tidak, meringankan beban itu. Toh rejeki yang kita dapat juga titipan Tuhan. Bukankah justru kita bangga jika bisa jadi air pancuran Rejeki dari Tuhan?

No comments:

Post a Comment