Tuesday, December 25, 2012

Happy Birthday Jesus

A birthday is just the first day of another 365-day journey around the sun.  Enjoy the trip.  ~Author Unknown


Hari ini, Yesus, Sang Raja, Juru Selamat, berulang tahun. 
Sudahkah Anda mempersiapkan hadiah untuknya atau berpikir kira-kira hadiah apa yang cocok untukNya? Tahukah Anda apa hadiah yang Dia mau? Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk Dia, ya?

Kalau kita memberikan Dia uang sebesar 1 Milyar, akankah Dia terkesan? Saya rasa tidak. Kenapa? Kalau pun kita memberikan Dia emas batangan, Dia tidak akan terkesan. Karena jalanan di Surga terbuat dari emas. Dia empunya harta terbesar dan terbanyak. Apa untungnya emas batangan untuk Dia?

Kalau kita memberikan Dia seluruh waktu kita, akankah Dia terkesan? Tidak. Kenapa? Karena bukankah waktuNya tidak terbatas. Dia abadi dan Maha-hadir. Sekarang dan selama-lamanya. Dan malah, Dia yang memberikan kita waktu mulai dari detik, menit, jam, hari, bulan, tahun. Apa untungnya waktu kita untukNya? Toh, Yesus juga tidak akan bertambah tua, bukan?

Mungkin Anda berpikir, Anda akan memberikan hidup Anda. Whoa..whoa. Tunggu dulu. Bukankah Dia yang memberikan Anda hidup dan kehidupan itu sendiri? Kenapa Anda memberikan kembali hidup ke Dia? Jangan melakukan itu. Hidup Anda dan saya adalah kepunyaanNya. Jadi, apa dong hadiah yang cocok untuk Dia?

Saya rasa hadiah terbaik yang bisa kita berikan untukNya adalah dosa-dosa kita. Sadarkah Anda bahwa dosa-dosa kita bukanlah hal-hal yang Dia berikan kepada kita pada awalnya? Dia menginginkan kehidupan kita yang penuh dengan dosa. Dia ingin dosa-dosa kita. Sadarkah Anda bahwa Yesus menginginkan kehidupan orang-orang yang rusak, Dia menginginkan orang-orang yang mau menurunkan harga dirinya di hadapanNya, Dia menginginkan pertobatan yang tulus dari kita karena dosa-dosa kita. 

Dengan dosa-dosa yang kita lakukan dan miliki, Dia dapat mengubah kita. Dia dapat menyembuhkan kita dan melakukan hal-hal besar yang Dia akan senang hati lakukan dalam hidup kita. Jadi, datanglah kepadaNya. Bawa hadiah terbesar untukNya, yaitu dosa-dosa kita. Mintalah pertobatan dariNya dan tiup lilin ulang tahun bersamaNya dan minta agar dia memberikan Anda hikmat, pengampunan, jalan, visi, misi, tujuan, pengajaran dan perlindungan. Bawalah kehidupan Anda yang rusak, berbelok itu kepadaNya. Dia akan senang hati menerimanya. 

Selamat Ulang Tahun, Yesus dan Selamat Hari Natal semua.

Monday, December 24, 2012

[Renungan Malam Natal] Hadiah untuk Dia


Rasanya, ini pertama kalinya saya menulis renungan tentang arti Natal. 
Entah kenapa, saya merasa ada sebuah bisikan di hati saya yang seakan menyuruh saya untuk merenungkan arti Natal tahun ini. 
Mungkin Tuhan mengingatkan saya dan Anda akan arti dari Natal.
Terlepas dari apa pun kado Natal yang saya terima atau saya berikan kepada teman-teman dan keluarga dan terlepas dari apa pun kegiatan saya saat liburan Natal atau rencana liburan yang saya rencanakan, benar rasanya bahwa Natal telah diidentikkan dengan kado, Santa klaus, makan-makan, diskon, belanja, liburan. Kita telah kehilangan arti sebenarnya dari Natal. Padahal, Natal adalah tentang kelahiran Yesus Kristus sebagai penyelamat manusia di dunia ini. (Benar, kita tidak akan menemukan satu pun tempat perbelanjaan yang akan memasang banner / iklan / poster mengenai kelahiran Yesus Kristus sebagai media promosi mereka.)

Sebagai umat Kristen / Katolik, seringkali saya atau kita, lupa bahwa Natal bukanlah tentang kado, makan-makan, santa klaus, melainkan tentang kelahiran Yesus Kristus sebagai Juru Selamat manusia. Seharusnya orang pertama yang kita berikan hadiah adalah kepada Dia yang kita peringati saat hari Natal, yaitu Yesus Kristus. Seharusnya kita seperti orang Majus yang mengikuti petunjuk bintang dan datang ke palungan yang sederhana untuk menemukan Yesus berada di sana dan bersyukur bahwa Sang Penyelamat telah bersama kita.
Kita yang merayakan Natal adalah jiwa-jiwa yang telah mendengar kabar baik karena kita percaya akan berita Kabar Baik dimana kelahiranNya adalah keselamatan jiwa kita.
Sayangnya kebanyakan dari kita tidak menyebarkan Kabar Baik dan kita tidak menyelamatkan sesama kita. Kita cenderung sibuk dengan diri kita sendiri. 
Kita memposting ratusan ucapan Natal di sosial media kepada teman-teman kita namun disaat yang sama, masih ada ratusan orang diluar sana yang masih belum mengenal Yesus, tidak pernah mendengar namaNya dan bahkan mereka hidup dalam kegelapan. Sudahkah Anda meraih mereka?
Kalau kelahiran Yesus Kristus memberikan terang dalam hidup kita, sudahkah kita juga menjadi terang untuk kehidupan orang lain di luar sana? (Saya harap saya sudah melakukan itu dan tidak berhenti melakukannya)
Jadi, apa yang telah saya atau Anda berikan sebagai hadiah kepada Dia,satu-satunya pribadi yang 'berulang-tahun' setiap tanggal 25 Desember? 
Sudahkah Anda dan saya mempersiapkan hadiah untuk Dia? 
Pernahkah Anda bertanya kepada yang berulang tahun ini, apa hadiah yang Dia minta dari Anda?
Atau jangan-jangan kita malah terlebih dahulu sibuk mencari hadiah kepada kolega, tetangga, pasangan, kenalan, atasan kita terlebih dahulu ketimbang Dia yang 'empunya' acara di tanggal 25 Desember ini?
Jangan-jangan kita lebih sibuk memesan tempat untuk makan malam mewah bersama pasangan atau keluarga kita jauh-jauh hari ketimbang memesan jauh-jauh hari sebuah tempat palungan kecil yang sederhana di pojokan kamar kita untuk bersamaNya merayakan hari kelahiranNya?
Ketika saya memikirkan bahwa saya cenderung lebih mengutamakan mencari hadiah-hadiah kepada teman-teman saya terlebih dahulu dan cenderung memuaskan keinginan saya akan liburan Natal ketimbang memberikan hadiah kepada Dia terlebih dahulu, jujur, saya merasa malu dan tidak pantas merayakan Natal meski saya tahu kasih karunia Tuhan akan terus menyertai Anda dan saya. Namun biarlah rasa malu yang saya dapat dengan menuliskan ini semua membawa cara pikir baru dalam merayakan Natal tahun ini.
Selamat hari Natal.
Tuhan Yesus memberkati.

Thursday, December 20, 2012

21.12.2012. Kegelapan datang


Predicting the end of the world is very excruciating. Of all the possibilities and unseen doors that lead us to assume the end. Let the creator decide, not man.


Dear Diary,

Tanggal 21 Desember 2012. 
Hari yang kudengar adalah hari terakhir kami semua, manusia, di muka bumi ini. 
Semua desas-desus yang kudengar seakan meyakinkan bahwa benar dunia akan berakhir hari ini. Kiamat akan datang segera. 
Aku melihat beberapa orang menyiapkan persiapan untuk beberapa bulan ke depan kalau-kalau kiamat datang esok hari.
Aku juga melihat perusahaan-perusahaan besar menyiapkan perlindungan di sebuah bola tahan bencana di depan pelataran perusahaan mereka.
Seorang anak perempuan bertanya kepada ayahnya kenapa semua orang begitu panik namun sang ayah hanya menggenggam erat tangan anak perempuannya itu.

Aku berjalan menyusuri lorong dan mengambil salah satu selebaran yang banyak jatuh di tanah.
Sistem kalender Tzolk'in yang mengukur siklus 260 hari.
Sistem kalender Haab yang mengukur siklus 365 hari.
Sistem kalender Bak'tun yang mengukur siklus 400 tahun.
Semua terangkum dalam 1 kertas yang besar dengan tulisan "kiamat akan datang" besar-besar dibawahnya. 
Benarkah sistem kalender suku bangsa ini? 
Tepatkah ramalannya?
Benarkah hari ini akan berakhir? 
Seberapa cepatkah kiamat datang?

Dari kertas yang terpaku di batang sebuah pohon, aku membaca bahwa tahun 1966, seorang peneliti bernama Michael Coe, menulis buku yang menyebutkan ada petunjuk akan ada kiamat pada hari akhir kalender tersebut. dan gagasan tersebut dikembangkan oleh pengarang New Age di tahun 1970-an dan seperti virus kronis, cerita tersebut menyebar.
Percayakah aku? Tidak. Jangan sekali-kali pernah jiwa dan pikiran ini mempercayainya.
Aku melihat matahari bersinar cerah di angkasa ditemani oleh birunya langit dan kapas-kapas awan.
Betapa indahnya hidup dan dunia ini.

Bahkan Bibi Socoro Poot yang berumur 41 tahun yang tinggal di Holca, desa yang terletak 40 kilometer dari Chichen Itza pun mengatakan dia tidak sedikit pun dia percaya.
"Tak ada yang tahu hari dan jam terjadinya kiamat. Hanya Tuhan yang tahu."
Aku mengeluarkan sobekan kertas yang lusuh, beberapa di antaranya berkerut terkena basahan air hujan. Aku membacanya keras-keras di hamparan orang-orang yang sibuk mengurusi datangnya hari kiamat. Dengan penuh keyakinan aku membacakannya,

Matius 24 : 35-36
"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu. 
Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri."

Beberapa orang tersenyum dan meneguhkan iman mereka akibat perkataanku.
Seperti Bibi Poot, aku pun meneguhkan imanku akan perkataan Tuhan yang kubaca keras-keras itu.
Namun kebanyakan dari mereka mengacuhkanku dan terus sibuk menyiapkan datangnya hari kiamat.
Aku melihat jam tanganku. Menyadari bahwa hari ini adalah tanggal 20 Desember.
Satu hal yang aku yakin bahwa besok akan terjadi kegelapan kalau aku tidak melakukan suatu hal. 
Kegelapan akan melanda rumah dan keluargaku kalau aku mengabaikan hal tersebut dan aku yakin 98% akan kepastian hal yang satu ini.
Karena jelas hari ini adalah hari terakhir bayar listrik, harus segera bayar tagihan listrik PLN atau besok kegelapan akan datang. 
Oops...

Salam dari blogger yang kurang terkenal ini.
Tre Haushinka

Friday, December 14, 2012

Belajar dari orang Atheis

There's something in every atheist, itching to believe, and something in every believer, itching to doubt.  ~ Mignon McLaughlin


Anda pernah bertemu dengan seseorang yang mengaku dirinya ateis dan berbincang-bincang dengan seseorang yang tidak mempercayai akan adanya Tuhan dan tidak mempercayai agama? 
Sebenarnya saya agak tersenyum-senyum sendiri saat menulis blog thread ini karena mengingatkan saya akan diri saya beberapa tahun lalu. Perlu diketahui bahwa dulu saya tidak mempercayai adanya Tuhan meski saya dibesarkan dalam keluarga yang bisa dibilang cukup liberal dalam segi agama.

Namun untungnya, Tuhan tidak selesai berurusan dengan saya. 
Dia menarik saya terus menerus untuk kembali kepadaNya hingga saya akhirnya menyerah dan kembali kepadaNya. (Dan saya bersyukur karena itu)
Ketika bertemu dengan beberapa orang ateis mengingatkan saya bahwa sebenarnya orang-orang ateis adalah saudara-saudara kita, hanya saja mereka memiliki keyakinan yang berbeda. 
Dan saya belajar sesuatu dari segi iman mereka akan ke-ateis-an mereka.
Saya belajar akan keyakinan mereka yang teguh.

Mereka begitu yakin akan iman mereka bahwa Tuhan tidaklah ada. 
Agama tidak menyelamatkan apa-apa. 
Setiap kata yang keluar dari mulut mereka terasa begitu meyakinkan. 
Anda bisa melihat bahwa iman mereka begitu teguh seakan tidak ada yang dapat mematahkan argumen mereka.
Mereka maju melangkah berdasarkan sejauh akal mereka dan terkadang mereka membuat lompatan besar dalam hidup mereka.

Mungkin Anda merasa kesal atau mengatakan mereka bebal karena mereka begitu bertahan kepada pemikiran ateisme mereka. 
Mungkin selama ini Anda mencoba mempengaruhi mereka agar setidaknya mereka berubah, namun mereka tetap kepada keyakinan mereka.
Pemikiran saya adalah bukankah kita juga seharusnya melakukan hal tersebut kepada iman kita kepada Tuhan? 
Ketika di luar sana begitu banyak godaan dan 'jalan-pintas' yang datang kepada kita, bukankah kita seharusnya memegang teguh iman kita agar tidak ada yang dapat mematahkan kepercayaan kita kepada Tuhan? 

Saya merasa terkadang iman saya terlalu 'lembek' dan 'mudah digoyahkan' ketika masalah datang, (khsuusnya godaan datang lewat pemikiran-pemikiran dan bisikan-bisikan sesat dalam otak dan hati kita.)
Saya dengan mudahnya terombang-ambing dalam kebingungan pilihan hidup akan keputusan-keputusan yang harus saya ambil.
Padahal seharusnya saya yakin seperti layaknya orang ateis di luar sana memegang teguh keyakinan mereka dan terus berjalan.
Bagaimana mungkin, saya sebagai orang yang beragama memiliki lebih banyak keraguan ketimbang mereka yang tidak memiliki agama sama sekali? 
Bagaimana mungkin saya yang memiliki pedoman dan panduan hidup berdasarkan firmanNya, jauh lebih bimbang dan galau saat melangkah ketimbang mereka yang tidak memiliki Tuhan namun bisa melangkah lebih mantap dalam hidup mereka?

Saya sangat setuju dengan kutipan quote di pembuka blog thread ini, bahwa dalam setiap orang ateis, mereka memiliki keinginan untuk mau percaya. Dan bahwa untuk setiap orang percaya, memiliki kelamahan dalam keraguan mereka. Pelajaran yang saya dapat adalah, seharusnya saya lebih tidak mudah dipatahkan karena saya memiliki FirmanNya. Dan tidak hanya firmanNya, saya bahkan memiliki Dia, Yesus Kristus dalam hidup saya. Apa lagi yang kurang di dalam Dia?

Wednesday, December 12, 2012

Bertambah tua bukan berarti terlambat

Time is the wisest counsellor of all.  ~Pericles


Entah dengan Anda, namun saya rasa cukup banyak teman-teman saya yang baru mulai memikirkan arah hidup mereka ketika mereka menginjak usia 30-an. Seakan-akan mereka kepala mereka baru saja kepentok dengan sesuatu yang disebut waktu dan ketika mereka menengok ke belakang, mereka baru menyadari "Wow, gw ngapain aja ya selama ini?" 

Menyesal? Mungkin. Tetapi seperti biasanya, penyesalan selalu datang belakangan (sama seperti tagihan kartu kredit yang datang belakangan).

Saya pun terkadang merasa begitu apalagi ketika melihat teman-teman yang sudah sukses membangun bisnis dan usaha mereka, mengetahui perjalanan hidup mereka yang 'wow', mendengar cerita bahwa mereka keluar negeri kesana-kemari, menikah dengan pasangan yang mereka inginkan, memiliki anak yang lucu-lucu dan bertumbuh besar, saya berpikir "Saya tuh ngapain saja, sih?"

Saya merasa ketinggalan jauh dan seketika hidup merasa sangat datar seperti LED TV 42". Saya merasa sepertinya hidup saya begitu-begitu saja. Sepertinya tidak ada yang membanggakan dalam hidup saya. Benarkah? Tidak! Kenyataannya masih begitu banyak impian, cita-cita saya yang belum terwujud dan saya masih belum mengeluarkan yang terbaik dalam diri saya. Saya yakin bahwa tidak pernah terlambat untuk memulai sesuatu. Anda pun juga begitu.

Ya, mungkin Anda pun sama seperti saya. Mungkin sekarang Anda merasa sangat tua karena usia Anda kepala empat atau lebih, (Oh ya, saya baru mulai di kepala tiga tahun ini). Jadi, apa masalahnya? Tidak ada masalah.  Tahukah Anda masalah yang biasanya kita hadapi ketika kita berurusan dengan umur? Kebanyakan dari kita merasa tua sebelum waktunya. 

Umur hanyalah angka dan berkat dari Tuhan. Bersyukurlah untuk itu. Ketika Anda diberikan hidup dan umur, berarti ada sesuatu yang belum Anda kerjakan dan Tuhan belum selesai berurusan dengan Anda. Mungkin Anda merasa gagal atau takut dan merasa sudah sangat terlambat untuk memulai sesuatu (atau melanjutkan hal yang tadinya Anda sukai / kerjakan), Buang perspektif itu. Tidak pernah terlambat untuk memulai sesuatu (atau melanjutkan sesuatu), Anda adalah bejana Tuhan dan bejana dibentuk untuk sebuah tujuan.

Ketika Anda merasa lelah, tidak bersemangat, merasa tua, merasa terlambat, merasa usia Anda adalah masalah, dan Anda menyerah, saya ingin memberikan sesuatu kepada Anda untuk dipikirkan. Saya menemukan ini dalam sebuah artikel yang saya baca yang berasal dari Longfellow : 

Cato belajar bahasa Yunani saat berusia delapanpuluh tahun.
Sophocles menulis karya besarnya Oedipus saat berusia lebih dari delapanpuluh tahun.
Theophrastus memulai menulis tentang karakter manusia saat berusia sembilanpuluh tahun.
Chaucer berusia enampuluh tahun ketika menulis kisah Canterbury Tales.
Goethe, berusaha keras menyelesaikan karya 'Faust' saat berusia lebih dari delapanpuluh tahun.
Musa, berusia lebih dari seratus tahun ketika dia membawa bangsa Israel.

Jujur, saya tidak kenal dengan Cato / Sophocles, yang saya tahu hanya Musa. Dan saya yakin, kebanyakan dari Anda yang membaca tulisan ini belumlah berusia limapuluh tahun. Saya pun belum. Membaca kilasan artikel dari Longfellow diatas membuat saya berpikir bahwa saya sama sekali belum terlambat meskipun rasanya saya belum memulai apa-apa.

Sekarang saatnya untuk memulai sesuatu (apa pun itu) Sialnya, kebanyakan dari kita lebih memilih untuk duduk di kursi malas dan meratapi waktu-waktu yang ada. Ketahuilah teman, bahwa usia adalah kesempatan. Kesempatan agar kita bisa mendapat hal-hal yang bisa kita dapati dalam usia kita yang berjalan. Waktu membuat mengajar dan membuat kita semakin bijak dalam mengambil setiap kesempatan yang ada. Permasalahannya, maukah Anda menggunakan kesempatan itu? Keputusannya di tangan Anda.

Friday, December 7, 2012

Lewat Mana, sih?

A man travels the world over in search of what he needs and returns home to find it.  ~George Moore


Saya ingat benar bahwa beberapa hari kemarin hidup saya dikuasai oleh emosi. Seakan semuanya berjalan tidak sesuai rencana saya.

Dimulai dari kesal kepada Tuhan karena rasanya begitu susah untukNya mengatakan kepada saya secara gamblang arah mana sebenarnya yang perlu saya tuju dalam hidup saya.
Dilanjutkan dengan pekerjaan dadakan tanpa briefing dari atasan saya.
Ketiadaan internet di agency video ketika mau mengirim dan men-download file kerjaan.
Barang pesanan yang tidak jelas kapan datangnya.
Pekerjaan presentasi yang dimajukan deadlinenya dan lainnya.
Betapa sebuah hari yang tidak menyenangkan untuk saya. Namun dari semua hal itu, yang membuat saya agak gusar adalah hal pertama. Saya merasa kenapa Tuhan begitu pelitnya untuk menunjukkan arah kepada saya.

Mungkin para Rasul di jaman terdahulu, Anda yang membaca tulisan ini atau mungkin hampir semua orang menanyakan hal yang sama dengan saya.
Bagaimana caranya menemukan apa yang menjadi keinginan Tuhan dalam hidup kita?
Bagaimana kita bisa membedakan impian kita dengan apa yang menjadi impian Tuhan untuk kita? Apa yang Dia inginkan untuk kita berikutnya?

Semua orang yang menanyakan hal ini saya yakin adalah orang-orang yang mau berkembang secara spiritual karena jawaban yang kita terima sangatlah penting dan krusial akan kebutuhan dan pemenuhan batin kita. Mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan seharusnya menjadi pemikiran utama dari setiap pengikut Tuhan. Permasalahannya tidak sering juga pertanyaan kita tentang apa kemauan Tuhan seringkali bentrok dengan satu atau banyaknya keputusan yang harus kita ambil. Misalkan keputusan yang mungkin akan berpengaruh akan masa depan kita, keputusan besar yang resikonya besar, atau bisa jadi panggilan dalam hati kita.

Saya selalu kagum akan Rasul Paulus dalam usahanya mengejar kemauan Tuhan. Rasul idaman saya berdoa untuk saya dan Anda dalam Kolose 1: 9-10 seperti ini :
1:9 Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna,
1:10 sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah.

Tentu ketika kita ingin mengetahui rencana Tuhan atas kita tidak mungkin bisa diketahui kalau kita tidak mengenalNya. Kejarlah arahan langsung dari Tuhan itu sendiri dengan berdoa dan membaca firmanNya. Mungkin benar bahwa Alkitab tidak akan secara langsung menunjukkan kepada Anda jawaban yang Anda butuhkan. Tetapi dengan membaca Alkitab, hal tersebut akan mengantar kita kepada banyak sekali permasalahan-permasalahan atau kondisi yang serupa. Dan juga, membaca firmanNya akan mempengaruhi nilai-nilai dan pemikiran Anda sehingga hati dan pikiran Anda akan diperbaharui sehingga Anda akan melihat dari sudut pandang yang berbeda dengan filter yang baru, yakni filter yang berdasarkan kata-kataNya. Akibatnya? Tentu saja, Anda akan mendapatkan hikmat dan kebijaksanaan dalam segala ketidakpastian yang ada di sekeliling Anda.

Kemampuan kita untuk memutuskan sebuah keputusan yang penuh dengan hikmat dan kebijaksanaan ketika kita dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang serba tidak jelas akan membuat membuat perbedaan besar antara maju melangkah berdasarkan firman Tuhan dalam hidup kita ketimbang hanya menjalani hidup penuh kebingungan.Saya belajar bahwa terkadang menemukan kehendak-Nya adalah cukup dengan melihat prinsip yang sama dalam FirmanNya dapat diterapkan pada situasi yang unik yang kita hadapi sekarang.

Mungkin saya dan Anda berpikir bahwa mendengar suara Tuhan adalah dengan adanya ungkapan verbal yang dapat kita dengar. Tetapi saya rasa saya harus merubah pemikiran saya bahwa hanya orang-orang yang penuh dengan anugerah tertentu yang dapat mendengar suara Tuhan secara langsung. Tetapi saya tidak menyerah, saya rasa dalam versi saya, mendengar suara Tuhan artinya adalah tidak hanya sekedar mengerti arah yang Ia inginkan untuk saya (berdasarkan firmanNya) tetapi juga mengetahui apa langkah selanjutnya yang harus saya ambil. 

Mungkin Tuhan tidak berkata secara lantang sehingga telinga saya dapat mendengar, tetapi bisa jadi Dia sebenarnya sedang berbisik secara perlahan kepada hati saya, untuk mengarahkan saya kepada sebuah arah yang untuk bersekutu denganNya melalui tulisan-tulisan firmanNya.

Thursday, December 6, 2012

Tolerate but Not Negotiable


Blog thread kali ini adalah hasil bincang-bincang dengan teman saya dalam sebuah perjalanan pulang ke Jakarta tentang relationship.

Kesimpulannya, kami mencatat bahwa kebanyakan pasangan memiliki relationship yang ribet atau hancur berantakan karena banyak negosiasi yang dilakukan dalam menjalani relationship.

Bahwa ada beberapa hal yang seharusnya menjadi prinsip / pedoman (dalam artian tidak bisa diganggu-gugat) akhirnya dinegosiasikan karena alasan tidak mau kehilangan pasangan, menghindari konflik dan alasan lainnya.

Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan, khususnya dalam membina sebuah relationship. Kesalahan? Sudah pasti semua orang pasti melakukan kesalahan dalam sebuah relationship. Benar bahwa terkadang kita perlu memberikan toleransi kepada pasangan kita dalam artian kita percaya bahwa orang tersebut akan berubah dan mau berubah.

Ambil contoh tentang toleransi, teman saya memiliki pemikiran bahwa memakan sayuran hijau adalah penting sedangkan istrinya tidak (Meskipun kita semua tahu sayuran hijau itu bermanfaat dan masih saja beberapa dari kita tidak menyukainya) Tetapi, mereka berdua berkomitmen agar anak mereka kelak pun juga merasakan manfaat dari makan sayuran hijau. Maka teman saya mengajak istrinya untuk perlahan-lahan menyukai sayuran hijau dan dari dosis yang kecil 'menyelipkan' sayuran hijau ke menu makanan istrinya. Tidak selalu setiap saat sang istri mau makan sayuran hijau dan disinilah teman saya melakukan toleransi ketika istrinya tidak memakan sayuran hijau.

Dalam memberikan toleransi atau kesempatan, kita sebenarnya sedang memberikan kesempatan kepada diri kita untuk mau percaya bahwa orang tersebut bisa berubah. Dalam kasus teman saya dan sayuran hijau di atas, setidaknya teman saya melihat usaha istrinya untuk mau menyukai sayuran hijau itu. Ketika kita memberikan toleransi, bukan berarti kita "memanjakan" pasangan kita ketika mereka berbuat salah atau tidak sesuai dengan apa yang kita mau, tetapi toleransi digunakan untuk mencapai sebuah komitmen dan kesepakatan berdasarkan pemikiran atau prinsip yang ada. Tetapi ketika Anda dan pasangan Anda mulai menoleransi prinsip-prinsip yang menurut Anda tidak bisa diganggu gugat, saya menyarankan untuk berhati-hati.

Kenali apa prinsip relationship Anda
Apabila hubungan relationship Anda kandas, bisa jadi hal tersebut karena selama ini (mungkin) Anda tidak memiliki prinsip atau kriteria yang jelas akan apa yang Anda mau dari pasangan Anda. Mungkin Anda hanya sebatas suka, memiliki perasaan dan memulai proses PDKT, lalu jadian. Tok, sebatas itu. Terkesan mengikuti arus? Anda benar.

Saya setuju dengan teman saya yang mengatakan bahwa sebelum kita berpacaran atau mau serius atau sedang serius dengan seseorang, sebaiknya kita mengenali diri kita sendiri terlebih dahulu. Pepatah menjadi seseorang yang lebih baik untuk pasangan untuk kali ini saya rasa benar adanya. Akibat saran teman saya, saya mulai mencoba untuk menuliskan sebenarnya apa sih yang saya mau dari seorang pasangan saya.

Saya mencoba menulis dan memikirkan secara detail semuanya. Mulai dari segi fisik, karakter, kedewasaan, dan lainnya. Terdengar terlalu muluk dan sempurna? Mungkin. Tetapi setidaknya saya mencoba mengenal siapakah saya dan apa yang saya mau dari seorang pasangan saya nantinya (terlepas saya mendapatkan yang sesuai kriteria saya atau tidak), dan hasil akhirnya? Jujur, tidak terlalu memuaskan.

Mungkin prinsip Anda adalah pasangan harus seiman. 
Mungkin prinsip Anda adalah sang wanita harus bisa memasak.
Mungkin prinsip Anda adalah pasangan Anda memiliki kemauan untuk mengembangkan karakter.
Mungkin prinsip Anda adalah pasangan harus memiliki hobi yang serupa, dan lainnya.

Prinsip adalah pedoman mencari goal yang sama dalam jangka panjang
Adalah baik ketika Anda mengenali apa yang menjadi prinsip Anda nantinya karena ketika Anda mengenali prinsip Anda, Anda tahu apa yang Anda mau. Ketika Anda mengetahui apa yang menjadi prinsip dalam relationship Anda, akan lebih mudah untuk mengetahui dan melihat apakah benar Anda dan pasangan Anda cocok secara visi dan misi Anda berdua. Anda juga tidak membuang-buang waktu. Dan sadar tidak sadar, prinsip yang Anda pegang akan Anda wariskan kepada keturunan Anda. Sadar tidak sadar, prinsip yang Anda pegang adalah batu pegangan bersama pasangan Anda untuk membangun sebuah hubungan. Mungkin prinsip Anda dan pasangan tidak sama persis, namun ketika ditelisik ditemui adanya kesamaan dalam perjalanan Anda membangun hubungan.

Sayangnya banyak dari kita yang sebenarnya mengetahui apa yang menjadi hal-hal prinsip (yang positif) yang tidak bisa diganggu-gugat namun kita masih melakukan negosiasi kepada pasangan untuk melanggar prinsip-prinsip itu karena alasan Anda menyayangi pasangan Anda. Anda bernegosiasi dengan apa yang Anda pegang sebagai prinsip. Banyak teman saya yang mengatakan bahwa mereka yakin pasangannya akan berubah ketika mereka nantinya menikah. Atau ketika mereka sudah memiliki anak. Kenyataannya? Banyak dari mereka yang tidak berubah. 

Prinsip relationship saya dengan Anda pasti berbeda. Salah satu contoh prinsip yang saya pegang hingga sekarang (dan yang masih tidak bisa saya negosiasi) adalah masalah rokok. Membayangkan pasangan saya nantinya adalah perokok adalah A Big NO-NO. Jadi, secara otomatis, saya tidak akan mencari seorang pasangan yang merupakan perokok aktif. Benar saya bisa mencari dan membangun hubungan dengan seseorang yang merupakan perokok aktif dan mungkin semuanya berjalan baik-baik saja, tetapi besar kemungkinan saya menjadi tidaklah nyaman ketika melihat pasangan saya merokok. Ini adalah prinsip yang saya pegang dan yang tidak akan saya negosiasi.

Bagaimana dengan Anda? Adakah prinsip-prinsip yang tidak akan bisa Anda nego dalam menentukan kriteria pasangan Anda? Ketika Anda mengetahui prinsip-prinsip yang Anda pegang, akankah Anda menego prinsip tersebut?