Watching
a peaceful death of a human being reminds us of a falling star; one of a
million lights in a vast sky that flares up for a brief moment only to
disappear into the endless night forever. ~Elisabeth Kübler-Ross
29 September 2012, 15:11
Terkaget-kaget setengah mati ketika Blackberry Messenger saya dibalas oleh Meita, namun sayangnya bukan Meita yang membalasnya, melainkan Mamanya yang mengatakan bahwa Meita sudah meninggal tanggal 15 September 2012 kemarin dan pada tanggal 17 September 2012, sudah dikremasikan di Dadap. Saya mengenal Meita kurang lebih 3 tahun. Kami bertemu beberapa kali namun lebih sering berbicara melalui media online khususnya YM dan BBM.
Anaknya sangat baik dan juga lugu serta sederhana. Cukup banyak hal yang dia tidak ketahui dalam dunia ini, jadi kami sering berdiskusi tentang banyak hal yang dia belum tahu yang mana memang biasanya saya yang banyak bercerita dan mengirimkan berbagai macam foto lewat BBM. Beberapa contohnya dia bahkan belum pernah mengunjungi Senayan City. Meita juga belum pernah makan di Sushi Tei. Keluar negeri pun dia belum pernah. (cukup berat untuk saya menulis semua ini) dan masih banyak lagi.
Saya tahu bahwa beberapa bulan lalu dia terjangkit oleh HIV. Teman saya Meita meninggal karena dia terjangkit oleh HIV (Belum sampai tahap AIDS, setahu saya). Dia cerita kepada saya bagaimana dia mendapatkan HIV dan lainnya dan saya mungkin tidak akan menceritakan itu di blog ini. Jadi semenjak saya mengetahui dia terjangkit HIV, kami semakin sering ngobrol dan saya memberikan dia support agar dia tetap tegar.
Saya ingat benar bahwa sekitar 2 bulan lalu, Meita sempat mengirimkan pesan kepada saya pukul setengah 3 pagi. Dia mengatakan dia sungguh ketakutan. Saya bertanya kenapa dia takut. Dia mengatakan bahwa bangsal tempat dia dirawat sebenarnya dihuni oleh 6 orang namun baru tadi dia mengetahui bahwa hari itu tinggal hanya dia sendiri yang dirawat. Dia berpikir apakah orang-orang lain yang dirawat disana telah putus asa sehingga tidak lagi mau meminum obat antiviral mereka atau lainnya. Dia juga ketakutan dan merasa hidupnya belum benar dan masih banyak hal yang ingin dia lakukan di dunia ini.Saya hanya mengatakan dia harus tegar dan pasti bisa melewati semua ini asalkan dia hidupnya sehat dan tidak lupa meminum obat antiviralnya.
Ada satu hal juga yang rasanya Meita sangat sedih ketika dia terjangkit HIV. Dia tahu bahwa dia tidak bisa punya anak karena dia tahu resikonya sangat besar untuk memiliki seorang anak dengan kondisi teridap HIV. Dan dia juga sering bercerita kepada saya betapa dia iri dengan teman-temannya yang sudah menikah, hidup normal dan memiliki anak. Pacarnya sendiri pun tidak terlalu lagi ambil pusing dengan dirinya ketika dia tahu bahwa Meita mengidap HIV. Sering Meita bercerita bahwa pacarnya sedang pergi ke mal dan dia hanya di rumah, di kursi roda entah mau melakukan apa. Namun, yang saya tahu, Meita menunggu dan mengejar pacarnya ini selama kurang lebih 8 tahun, jadi dia juga mengatakan tidak masalah dirinya tidak dianggap selama pacarnya senang dan masih mau berkomunikasi dengan dirinya.
Kabar terakhir yang saya tahu adalah virus HIV sudah melumpuhkan kedua kakinya sehingga dia harus menggunakan kursi roda. Dan saya juga tahu bahwa dia berdoa dan berusaha sedemikian keras setidaknya untuk bisa berjalan lagi.Sialnya, pada saat bulan Mei, komunikasi saya dengannya terputus karena handphone BB saya rusak sehingga kami tidak berkomunikasi selama hampir satu bulan.Namun ternyata Tuhan berkata lain.
Saat saya menulis ini, saya menahan keras untuk tidak menangis. Saya merasa sedih kenapa saya tidak menghibur dia lebih? Kenapa saya tidak membawanya ke Senayan City. Kenapa saat dia masih hidup, saya tidak hangout dengannya lebih lagi atau mentraktir dia Sushi Tei? Saya bukan pacarnya memang, tapi saya merasa sangat kehilangan dia sebagai teman. Saya mengerti sekali kesendirian dan kesepian yang dia alami. Ketakutan yang dia rasakan. Tidak adil rasanya orang seperti dia harus lebih dahulu meninggalkan dunia ini.
Ketika penyesalan saya bertambah karena merasa tidak berbuat sesuatu yang lebih untuk dirinya, saya belajar bahwa hidup ini sebentar. Sangat sebentar. Dan kesehatan sangatlah penting. Teman saya Meita berumur 28 di tahun 2012 ini. Masih sangat muda dalam ketidaktahuannya. Saya berharap di dalam momen komunikasi saya dan dia terputus, dia mau memaafkan saya karena saya tidak ada untuknya, karena saya tahu, mungkin saya adalah satu-satunya teman yang bisa diajak ngobrol olehnya karena saya tahu dia tidak memiliki banyak teman. Apalagi sejak terjangkit HIV, otomatis temannya semakin sedikit.
Apa pun yang saya tulis di blog ini tidak akan lagi bisa mengembalikan Meita. Saya hanya berharap di hari-hari akhir hidupnya, dia mendekatkan dirinya kepada Yesus. Saya juga tahu bahwa dia sekarang mengetahui betapa ibunya mencintai dia karena saat awal-awal dia terjangkit virus HIV, mamanya tanpa lelah merawat dia. Dia bercerita betapa dia merasa sangat durhaka ketika masih sehat kepada mamanya. Namun, setidaknya dia tahu kasih sayang keluarganya kepadanya melebihi segalanya.
Saya berdoa agar Tuhan Yesus mau mengampuni kesalahan dirinya selama di dunia ini dan mau menerima anakNya yang sudah berpulang di tanggal 15 September 2012 lalu ke dalam tanganNya. Saya juga berharap agar keluarga Meita tabah dan melanjutkan hidupnya karena saya tahu Meita adalah anak pertama dan masih memiliki dua adik perempuan. Sayangnya Meita dikremasi sehingga saya tidak bisa mengunjungi makamnya.
Melalui blog ini, saya juga ingin menyampaikan hormat saya kepada Meita dan juga permohonan maaf apabila support dan dukungan saya kepadamu masih kurang dan tidak cukup. Selamat jalan Meita. Aku tidak bisa melihatmu lagi dari sini, tidak bisa lagi berbicara banyak kepadamu. Namun aku berharap dan aku mencoba untuk yakin, engkau tersenyum ketika melihatku menulis ini dari atas sana dan engkau tidak lagi merasakan sakit dan sedang berada dalam pelukan Yesus. Terima kasih atas pertemanan, pelajaran dan juga quality time yang ada selama kita pergi. Aku tidak akan melupakanmu sebagai teman. Selamat jalan temanku. Titip salam untuk Tuhan Yesus, ya.
I know you are in a good place now.
I know you are in a good place now.