Friday, November 25, 2011

(Kenapa) Rumput tetangga selalu lebih hijau?

"Lo iri ama gw? Gak salah, tre? Gw malahan iri ama elo!" (Lah? Piye? Gw iri ama elo!)"

Karena suatu permasalahan yang cukup lama saya pendam di dalam salah satu komunitas saya, akhirnya hari ini saya menghubungi teman saya, sebutlah A untuk curhat. A adalah seorang wanita yang menurut saya sangat-sangat menyenangkan meskipun kami bertemu hanya satu kali saat acara pernikahan teman kami namun terkadang kami masih suka mengobrol lewat dunia maya.

Akhinya setelah lewat makan siang, kami mengobrol lewat Yahoo Messenger dan saya mengatakan bahwa saya agak sedikit iri dengan kehidupannya karena setidaknya di mata saya, kehidupannya sempurna. Dia cantik, menyenangkan, kehidupannya dekat dengan Tuhan, dan sedang mengurus persiapannya untuk menikah beberapa bulan ke depan, memiliki banyak teman di gereja dan lingkungan sosialnya.

Namun demikian, dia mengatakan bahwa hidupnya tidaklah seindah apa yang ada dimata saya, dia bercerita cukup banyak tentang dirinya kalau ada orang-orang yang tidak menyukai dirinya dan dia tidak tahu apa kesalahan yang telah dilakukan oleh dirinya meskipun dia telah menghormati orang tersebut. Dia menceritakan bagaimana hidupnya jatuh bangun dalam lingkungan sosial. Dia juga memiliki perdebatan dan 'peperangan' dalam salah satu komunitasnya. Singkat cerita, dia memutuskan bahwa dia akan mengikuti Tuhan apapun keadaannya, ketika kalau memang dia ke gereja sendirian, dia akan menikmati waktu kesendiriannya karena tujuan dia datang ke gereja adalah mencari Tuhan. Begitupun juga dengan lingkungan sosialnya, ketika dia merasa sendirian di dalam lingkungan sosialnya, dia akan menggunakan waktunya secara maksimal.

Sebaliknya, dia mengatakan kepada saya bahwa dia iri dengan kehidupan saya. Dia iri saya bisa memiliki bakat bermain musik, menulis dan juga fotografi. Dia mengatakan bahwa dia ingin bisa bermain musik, ingin bisa membuat foto-foto yang indah, dan ingin sekali bisa menulis. Dia mengatakan bahwa dia iri dengan talenta saya. Debat saya adalah, semua itu bisa dilakukan asal dia mau belajar, meluangkan waktunya untuk belajar dan terus mengasah kemampuannya. Kutipan yang saya berikan kepadanya adalah "Tidak ada orang yang terlahir menjadi pahlawan, dia dipersiapkan untuk menjadi pahlawan" - saya rasa kutipan itu benar adanya. Kita semua lahir dan mulai dari nol. Kita mengasah apa yang menjadi kekuatan kita, bukan mengasah apa yang menjadi kelemahan kita.

Jadi saya merasa agak lucu ketika mengetahui saat saya iri dengan kehidupan orang lain, di sisi lain, ada orang yang ingin menjadi saya, mereka ingin di dalam sepatu saya. Saya merenungkan hal ini seharian. Betapa rapuhnya manusia, betapa mudahnya kita iri dengan kehidupan orang lain, betapa mudahnya kita menghakimi bahwa hidup orang lain selalu terlihat lebih indah, menyenangkan dibandingkan hidup kita sendiri. Kita ingin menjadi orang tersebut, orang yang kita lihat. Kenapa?

1. Kita lupa bahwa kita hanya melihat lapisan luarnya dan tidak tertarik untuk melihat isi dalamnya.
Sama seperti melihat pakaian yang bagus. Pikiran kita akan mengatakan bahwa pakaian bagus sudah pasti mahal harganya. Terkadang kita melihat hidup orang lain sama seperti pakaian itu. Kita berpikir bahwa mereka yang memiliki semuanya, pastilah bahagia. Kita sering menghakimi orang dengan tanpa sadar. Anda tahu apa yang membuat saya iri dengan si A? Jawabannya adalah karena dia memiliki banyak teman (Setidaknya di mata saya), apabila saya melihat foto-fotonya di sosial media, dia sedang pergi ke tempat ini-itu dengan jumlah teman yang banyak. Saya ingin seperti itu. Saya ingin memiliki teman sebanyak yang dia punya. Saya ingin memiliki kehidupan yang menyenangkan seperti yang dia punya. Namun kenyataannya, ketika dia mencuakkan sedikit kehidupannya, saya baru melihat apa isi dalam dari kehidupannya. Bagaimana dia dicampakkan oleh orang, dia juga merasa kesepian, merasa ditinggalkan.

2. Seberapa sering kita mengucap syukur?
Seringkali kita melodramatik, kita sendirilah yang membuat hidup kita jatuh sejatuh-jatuhnya. Kita menghiperbolakan keadaan kita yang sudah jatuh dengan pemikiran-pemikiran yang negatif pulak. Jadilah neraka dunia dimulai. Padahal, semua hal memiliki dua sisi, bukan? Mungkin saya bisa menulis ini semua karena saya tidak sedang mabuk dan bisa berpikir jernih, namun benar, seberapa sering Anda bersyukur? Bersyukur untuk hal-hal yang Anda tidak sadari? Misalnya Anda merasa kesepian, dan Anda bisa menggunakan waktu kesepian Anda untuk berdoa? Sudahkah Anda bersyukur atas kesehatan Anda, pekerjaan Anda, keluarga Anda? Udara yang Anda hirup sekarang, bersyukur karena Anda masih bisa melihat tulisan ini?

3. Aku ingin menjadi seperti dia, seperti mereka.
Ketika saya mengetahui ada orang lain yang iri dengan hidup saya, mengetahui mereka ingin menjadi seperti saya, itu adalah hal yang melegakan jiwa saya. Bukannya saya narsis. tetapi melegakan di sini lebih kepada, berarti saya telah memberikan sesuatu kepada mereka untuk mau mencontoh saya. Saya memberikan pengaruh kepada mereka. Namun permasalahannya, kebanyakan kita, termasuk saya, tidak ingin menjadi diri kita sendiri. Kita ingin menjadi orang lain, artis A, artis B, menjadi idola kita. Kenapa? Karena kita tidak menghargai diri kita sendiri. Kita tidak mau mengenal diri kita sendiri. Kita terjebak dalam pemikiran alangkah enaknya menjadi seperti dia, seperti mereka, seperti si A. Namun, mari bersama saya membuang pemikiran itu jauh-jauh, karena sekeras apapun keinginan Anda untuk menjadi mereka, Anda tetap Anda.

4. Kita hanya melihat ke atas, jarang melihat ke bawah.
Sudahkah Anda membandingkan hidup Anda dengan orang-orang yang dibawah Anda? Misalnya orang-orang yang memiliki lebih sedikit gaji dibanding Anda? Melihat orang-orang yang meminta-minta di perempatan jalan? Orang-orang yang terbaring karena sakit keras di rumah sakit? Orang-orang yang bekerja dengan beberapa macam pekerjaan untuk bisa membantu orang tua mereka? Jujur, saya selalu bersyukur bahwa nenek saya bisa hidup dengan nyaman dirumah dan masih sehat ketika saya melihat ibu-ibu yang sudah tua meminta-minta di perempatan jalan. Setidaknya keluarga saya baik-baik saja.

Memang, terkadang kita seringkali tertipu oleh permukaan luar kehidupan orang lain. Ingat, bahwa terkadang orang lain pintar menutupi permukaan luarnya dengan senyuman, kebaikan, ucapan manis namun dibalik semua itu ada kegetiran, kepahitan, dendam, amarah yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu. Jangan terlalu cepat menginginkan menjadi orang lain, karena bisa jadi orang lain pun ingin menjadi seperti Anda dari berbagai pihak. Setidaknya, percakapan saya dengan teman saya hari ini, menjitak nurani dan mencubit jiwa saya bahwa saya spesial, saya memiliki sesuatu yang orang lain belum tentu punya, dan saya memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif kepada orang lain. Saya teringat penggalan lirik lagu dari Bon Jovi berikut

"I guess she's trying to be James Dean
She's seen all the disciples and all the "wanna be's"
No one wants to be themselves these days"

Bagaimana dengan Anda, Do you also wanna become somebody else these days?

No comments:

Post a Comment