Saturday, November 26, 2011

Lawatan ke Singapura

"Saya membayangkan sebuah tempat yang bersih, jauh dari polusi dengan orang-orang mau teratur dan diatur. Ternyata, tempat itu tidak jauh dari Indonesia. Namanya, Singapura."

Selepas lawatan saya mengikuti Singapore Design Festival 2011 pada 24-26 Oktober lalu. Satu hal yang membuat saya puas berada di Singapura adalah masalah transportasinya. Tidak dapat dipungkiri kalau memang transportasi di Singapura jauh lebih baik daripada transportasi di tanah air yang sangat-sangat payah (Oh Pemerintah. Apa kerjamu wahai pemerintah?)

Walaupun matahari di Singapura terasa sama teriknya seperti di Jakarta (Malah terasa lebih terik), namun perjalanan saya dari satu tempat ke tempat lainnya tidak terasa letih. Bandingkan apabila kita menempuh jalan-jalan di Jakarta yang penuh dengan debu, polusi, macet, ketidakteraturan dari para pengemudinya, membuat kita semua penghuni Jakarta hanya bisa geleng-geleng kepala.

1. Transportasi
MRT (Mass Rapid Transportation) menjadi salah satu sarana transportasi favorit di Singapura karena ketepatan waktu, kecepatan, harga yang tergolong murah, stasiun-stasiun yang melewati hampir seluruh area Singapura dan juga kapasitas muat dari MRT menjadikan sarana transportasi yang satu ini menjadi primadona para penduduk Singapura maupun para wisatawan untuk beranjak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Saya sendiri sangat suka menggunakan MRT, saya suka dengan atmosfernya, suasana stasiunnya, mengamati orang-orang yang berada didalam MRT, saya menyukai ketepatan waktunya, kebersihannya.

Harga taksi pun dikabarkan tidak terlalu mahal apabila berada di Singapura, meskipun sering saya dengar ada saja taksi nakal yang memutar-mutar jalan agar argo-nya mahal. Tetapi jumlah taxi nakal itu juga (katanya) tidak seberapa banyak. Negara Singapura juga menekankan sensor batas antara area yang satu dengan area yang lain, sehingga setiap kendaraan bermotor yang melintas di area perbatasan akan secara otomatis terkena biaya pricing on road. Besarnya pun bervariasi, kalau tidak salah motor akan terkena SGD 1, mobil terkena SGD 2.5 Hal ini tentu saja untuk menekan angka pertumbuhan kendaraan bermotor di negara itu.

Sepeda juga saya melihat menjadi salah satu moda transportasi pilihan warga Singapura. Ada kejadian lucu saat saya sedang bertemu dengan teman saya bernama Lusi di dekat gedung Red Dot Museum. Saat saya bersama teman saya ingin memakan mini steamboat di daerah sana, saya melewati sebuah taman. Saya menanyakan soal transportasi sepeda di Singapura. Lusi mengatakan kepada saya, memang memiliki kendaraan bermotor di Singapura sangatlah mahal karena adanya sistem pricing on road yang saya jelaskan di atas sehingga banyak orang yang memilih menggunakan MRT.

Saat saya menyinggung bagaimana dengan sepeda? Lusi mengatakan kepada saya memang pemerintah memberikan jalur-jalur khusus untuk sepeda dan beberapa tempat untuk parkir sepeda. Dia juga bercerita banyak sepeda yang dicuri di Singapura. Saya sempat berpikir "Masa iya? bukannya Singapura adalah negara yang aman?" Lucunya sebelum ia menjawab saya, kami berdua melewati sebuah tempat parkir sepeda dan saya melihat sepeda yang diparkir disana sudah kehilangan ban depannya. Lusi melirik ke arah saya dan berkata, "Now you believe me?"

Saya pun sangat menghargai zebra cross, warga singapura selalu menyebrang di zebra cross dan pengendara kendaraan bermotor pun berhenti di belakang garis STOP dan tidak ada yang mendahului. Semua menunggu hingga waktu tanda lampu menyala, baru mereka berjalan. Hak pengguna jalan kaki benar-benar dihormati disana.

2. Kebersihan
Selain transportasi, kebersihan negara singapura juga menjadi salah satu daya tarik saya saat melawat negara itu. Beberapa kali saat saya kesana, saya agak kesulitan mencari tong sampah saat melewati pedestrian. Entah memang jaraknya yang terlalu jauh antara tong sampah yang satu dengan yang lainnya, atau memang karena negara itu terlalu bersih sehingga pemerintah Singapura yakin masyarakatnya tidak akan membuang sampah sembarangan. Apapun alasan dibelakang itu, saya kagum dengan kebersihan yang dimiliki Singapura. Sehingga saya rela-rela menenteng-nenteng bekas kaleng minuman saya hingga saya menemukan tong sampah. setidaknya saya juga ikut menanamkan sikap mendukung kebersihan negara itu.

Saya menghabiskan waktu dengan berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain menggunakan MRT saat saya berada di Singapura. Rasanya sudah dari ujung kiri ke ujung kanan negara Singapura sudah saya singgahi dengan MRT dan saya sangat menyukainya.

Saat saya melintasi stasiun MRT di City Hall untuk berpindah MRT, saya melihat stasiun perpindahan MRT yang sangat bersih. Poster-poster iklan dan film yang tertata rapi, penunjuk arah yang masih bersih tanpa coretan, dinding-dinding yang dipenuhi dengan pahatan-pahatan unik, eskalator berjalan yang berada di samping stasiun.

Saya sempat berkata kepada teman saya "Wah, kalau di Jakarta, mungkin stasiun yang rapih ini sudah penuh dengan para penjual-penjual kaki 5, pengemis dan juga preman. Dinding-dinding sudah dipilox dengan kata-kata kotor atau nama-nama sekolah negeri (BOEDOET beibeh), penunjuk arah yang sudah hilang dan lain sebagainya," tetapi singapura tidak demikian. Setiap tempat sudah memiliki fungsinya sendiri. Siapa yang tidak ingin berada di tempat yang bersih? kebersihan tentu memiliki efek samping yaitu kenyamanan.

Dari beberapa hari lawatan saya ke Singapura, saya menghabiskan beberapa waktu saya berada di The Coffee Connoisseur (TCC) di Bugis Junction. TCC adalah semacam kedai kopi seperti Starbucks namun bisa dibilang versi Singapore. Saya mengambil notebook saya dan memikirkan kenapa transportasi di Singapura bisa sedemikian majunya dibanding negara kita?

3. Kawasan
Menurut Sejarah Melayu, nama Singapura diberikan oleh Sang Nila Utama, pangeran Melayu dari Palembang pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau. Saat di pulau, Sang Nila Utama melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura (berarti "kota singa").

Singapura adalah negara yang bisa dibilang kecil karena awalnya Singapura bergabung dengan Malaysia, lalu pada tahun 1965 Singapura dimerdekakan oleh Indonesia dan memisahkan dirinya dari Malaysia. (Yap! Dimerdekakan oleh siapa, anak-anak? Oleh Indonesia Bu Guru! Pintar!!) Sehingga tentu saja penduduknya tidak terlalu banyak, memang tidak terlalu banyak sumber daya yang bisa dibanggakan dari Singapura dan saya rasa pemerintah Singapura sadar akan hal ini sehingga dicari objek lain yang dapat membuat negara kecil ini menarik. Salah satunya yaitu memulai ekonomi modern dari sektor perakitan dan elektronik.

Data survei dari Mercer Human Resource Consulting menyatakan bahwa Singapura menduduki urutan ke-5 di Asia dalam standar kehidupan termahal; dan dalam urutan ke-14 di dunia. Tidakkah itu mengagumkan untuk negara yang tergolong "kecil?" Bagaimana dengan Indonesia? (saya pun tepok jidat untuk urutan Indonesia yang berada di urutan 169)

4. Penduduk
Walaupun negara ini kecil namun Singapura merupakan salah satu negara terpadat di dunia. Namun hal ini mungkin tidak terlalu terasa karena 85% rakyat singapura sudah tinggal di rumah susun yang disediakan oleh Dewan Pengembangan Rumah. Saya mengatakan Singapura adalah negeri bagi para pendatang karena saat saya berada di Singapura dan menggunakan MRT, banyak sekali orang pendatang. Mulai dari Indonesia, Taiwan, India, Australia, China, Malaysia, dan seterusnya. Saya sempat bertanya kepada salah satu pelayan di Coffee Shop TCC tempat saya bersantai sejenak, kira-kira ada berapa persen penduduk asli Singapura saat ini? Dia mengatakan hanya sekitar 14-15% saja, sisanya 75% etnis tionghoa, India 7% dan etnis lainnya sekitar 2%. (Hebat juga pengetahuan mbak-mbak yang kerja di coffee shop ini)

5. Hukum yang berlaku
Saya sangat merasakan hukum di Singapura sangat ketat dan memang moral para penduduknya juga mungkin lebih beradab dibandingkan dengan Indonesia yang biadab (Oops!), beberapa peraturan yang saya ingat ialah,
Meludah sembarangan didenda SGD500,
Tidak menenteng sepeda di tempat yang ditentukan SGD500,
Iseng membunyikan tanda bahaya MRT didenda SGD5.000,
Merokok di sembarang tempat SGD100.


Ingin juga rasanya sekali-kali iseng meludah disembarang tempat di Singapura? Kenapa? Karena saya penasaran siapakah yang akan mendenda saya? Dan apakah memang benar hukum disana benar-benar dijalankan? Tetapi setelah berpikir dendanya lumayan besar, saya mengurungkan niat saya.

Mungkin orang-orang di Singapura lebih mudah diatur karena kebanyakan warga pendatang yang menggantungkan hidup disana dan mereka menyadari hidup teratur akan lebih baik untuk mereka juga. Berbeda dengan Indonesia yang rata-rata mental penduduknya adalah "hukum dibuat untuk dilanggar" sehingga saya sebagai pendatang pun mau tidak mau mengikuti peraturan yang dibuat oleh negara ini (Lagipula ini peraturan yang baik.)

6. Etos Kerja
Singapura memang dipenuhi oleh orang-orang yang bisa dibilang workaholic. Saya saja baru bisa menemui teman saya, Lusi setelah pukul 8 malam. Itupun Lusi meminta izin lebih cepat pulang kantornya untuk bisa menemui saya. Biasanya ia pulang hingga pukul 10 malam (paling cepat.) Saya juga memiliki banyak teman di Singapura yang memang jam kerjanya padat.

Mungkin oleh karena terlalu banyak orang yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga banyak warga Singapura yang tidak terlalu ingin memiliki anak. Pemerintah Singapura pun kesulitan dalam menambah penduduknya. Etos kerja yang dimiliki penduduk Singapura pun sangat mengagumkan untuk saya. Mungkin kalau Anda berkunjung ke Singapura, Anda akan melihat orang tua masih bekerja, entah itu sebagai pembersih piring-piring kotor di foodcourt, pengisi bensin di station-station, penjaga tiket MRT. Ada cerita dibalik ini semua.

Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew mengeluarkan kebijakan/dekrit yaitu “larangan kepada para orangtua untuk tidak menghibahkan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka PM Lee membuat dekrit lagi, yaitu agar semua perusahaan negara dan swasta di singapura memberi pekerjaan kepada para lansia. Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1th bekerja.

Sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak-anak dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan direstoran dsbnya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak-anak dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya. Sebaliknya, anak di sana dididik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya.

Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri, atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya. Mereka, warganegara Singapura seolah diingatkan oleh PM lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orangtua mereka-lah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, memberi pula yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, danmenggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.

Memang miris melihatnya karena di Indonesia, orang-orang tua seperti mereka biasanya sudah tidak bisa apa-apa dan hanya mengharapkan anaknya menampung dan merawat mereka. Saya cukup bersyukur oma saya tidak perlu bekerja seperti orang tua di Singapura. Kalau ada iklan A Mild dalam konteks ini, mungkin tagline-nya adalah "Yang tua saja kerja, masa yang muda tidak?"

7. Makanan
Hal apapun di dunia ini pasti ada kebaikan dan keburukan. Saya kurang menyukai makanan-makanan di Singapura karena hampir setiap masakan di Singapura bisa dikatakan "tasteless" atau hambar. Jujur, jauh lebih enak makanan di Indonesia. Dan hal yang mengerikan lainnya adalah warga penduduk Singapura benar-benar individualistis. Penduduk Singapura cenderung cuek terhadap orang lain, anak muda-anak muda ABG disana memakai rok yang sangat pendek, celana dalamnya "terceplak" jelas, rambut yang dicat warna-warni, tidak ada orang yang peduli, biasa saja. Saya sendiri pun tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Bayangkan kalau di Indonesia, kalau ada cewek dengan dandanan menor seperti itu tidak akan langsung dicap negatif oleh orang lain? Jangankan dandanan menor, melihat wanita memakai sepatu boot sebetis saja rasanya aneh kalau di Jakarta.

8. Bagaimanapun juga ....
Saya berharap sekali Indonesia, khususnya Jakarta dapat seperti Singapura meskipun mungkin hal ini mungkin baru akan terjadi di acara "mimpi kali yee" Kenapa? Karena masyarakat kita sangat susah sekali diatur, tidak ingin disalahkan, tidak ingin maju, selalu ingin merusak dan melanggar peraturan, sok tau, pemalas, ingin serba instant, ingin kaya mendadak, percaya hal-hal yang mistis, sok agamais, munafik dan ratusan ribu hal negatif lainnya. Walau kita kita merdeka, sayangnya mental penduduk Indonesia masihlah mental budak yang hanya mau disuapi untuk menikmati makanan. (*tepokpantat)

Namun demikian, Indonesia adalah tempat kelahiran saya, tempat dimana saya tinggal dan mungkin tempat saya meninggal nantinya. Saya sebagai warga biasa hanya bisa mengelus dada melihat ibukota Jakarta yang semakin hari terasa semakin sesak dan tidak lagi bersahabat. Mungkin benar kata teman saya beberapa tahun lalu saat ia pindah ke Eropa "Seharusnya orang Indonesia itu dibawa dulu ke luar negeri semuanya. Lihat semua yang baik di luar negeri, lalu berkaca dan mengevaluasi diri, karena kalau Indonesia bisa seperti Eropa, percaya sama saya, semua negara akan memandang Indonesia secara tinggi, karena semua sumber daya alam ada di Indonesia" Memang ucapan itu pahit, terasa sangat benar adanya.

Kebanyakan dari masyarakat kita tidak pernah mau berbenah dan mengevaluasi diri. Saya hanya berharap pemerintah Indonesia dapat memperhatikan masalah transportasi ini, bubarkanlah busway karena menurut saya busway tidaklah efektif. Yang efektif menurut saya adalah Monorail, kenapa? Karena monorail dapat menampung banyak orang, dan dengan jalur monorail diatas jalan, mobil-mobil pun tidak terganggu.

Berbeda dengan busway yang tidak efektif. Berapa banyak orang meninggal karena tertabrak? sudah tidak lagi eksklusif, memakan jalur. Saya juga menyadari kalau stasiun-stasiun MRT di Singapura mirip sekali dengan MTR di Hongkong, kenapa? Ternyata karena dua negara ini adalah sama-sama bekas jajahan Inggris. Yang mana biasanya negara-negara bekas jajahan Inggris biasanya berkembang pesat. Sayang sekali Indonesia dijajah oleh Belanda, bukan Inggris. peninggalan Belanda boeat kita cume bendungan, meriam ama aspal. Hiks.

Berat rasanya saya meninggalkan Singapura dan harus kembali ke rutinitas saya di Jakarta. Yang membuat miris hati saya adalah ketika saat saya menapakkan kaki kembali ke bandara Soekarno-Hatta, sekumpulan calo taksi sudah memberondong saya dan dengan inisiatifnya sendiri membawa barang-barang saya ke taksi mereka. Saya hanya mendiamkan mereka dan mengatakan "Ngapain mas bawa barang saya? Mobil saya ada di parkiran depan, kok" dan mereka dengan ketusnya mengatakan "Kenapa ngga bilang dari tadi?" Dalam hati saya hanya berpikir, "Gimana mau maju negara ini kalau mental-mental orangnya seperti ini?"

Friday, November 25, 2011

(Kenapa) Rumput tetangga selalu lebih hijau?

"Lo iri ama gw? Gak salah, tre? Gw malahan iri ama elo!" (Lah? Piye? Gw iri ama elo!)"

Karena suatu permasalahan yang cukup lama saya pendam di dalam salah satu komunitas saya, akhirnya hari ini saya menghubungi teman saya, sebutlah A untuk curhat. A adalah seorang wanita yang menurut saya sangat-sangat menyenangkan meskipun kami bertemu hanya satu kali saat acara pernikahan teman kami namun terkadang kami masih suka mengobrol lewat dunia maya.

Akhinya setelah lewat makan siang, kami mengobrol lewat Yahoo Messenger dan saya mengatakan bahwa saya agak sedikit iri dengan kehidupannya karena setidaknya di mata saya, kehidupannya sempurna. Dia cantik, menyenangkan, kehidupannya dekat dengan Tuhan, dan sedang mengurus persiapannya untuk menikah beberapa bulan ke depan, memiliki banyak teman di gereja dan lingkungan sosialnya.

Namun demikian, dia mengatakan bahwa hidupnya tidaklah seindah apa yang ada dimata saya, dia bercerita cukup banyak tentang dirinya kalau ada orang-orang yang tidak menyukai dirinya dan dia tidak tahu apa kesalahan yang telah dilakukan oleh dirinya meskipun dia telah menghormati orang tersebut. Dia menceritakan bagaimana hidupnya jatuh bangun dalam lingkungan sosial. Dia juga memiliki perdebatan dan 'peperangan' dalam salah satu komunitasnya. Singkat cerita, dia memutuskan bahwa dia akan mengikuti Tuhan apapun keadaannya, ketika kalau memang dia ke gereja sendirian, dia akan menikmati waktu kesendiriannya karena tujuan dia datang ke gereja adalah mencari Tuhan. Begitupun juga dengan lingkungan sosialnya, ketika dia merasa sendirian di dalam lingkungan sosialnya, dia akan menggunakan waktunya secara maksimal.

Sebaliknya, dia mengatakan kepada saya bahwa dia iri dengan kehidupan saya. Dia iri saya bisa memiliki bakat bermain musik, menulis dan juga fotografi. Dia mengatakan bahwa dia ingin bisa bermain musik, ingin bisa membuat foto-foto yang indah, dan ingin sekali bisa menulis. Dia mengatakan bahwa dia iri dengan talenta saya. Debat saya adalah, semua itu bisa dilakukan asal dia mau belajar, meluangkan waktunya untuk belajar dan terus mengasah kemampuannya. Kutipan yang saya berikan kepadanya adalah "Tidak ada orang yang terlahir menjadi pahlawan, dia dipersiapkan untuk menjadi pahlawan" - saya rasa kutipan itu benar adanya. Kita semua lahir dan mulai dari nol. Kita mengasah apa yang menjadi kekuatan kita, bukan mengasah apa yang menjadi kelemahan kita.

Jadi saya merasa agak lucu ketika mengetahui saat saya iri dengan kehidupan orang lain, di sisi lain, ada orang yang ingin menjadi saya, mereka ingin di dalam sepatu saya. Saya merenungkan hal ini seharian. Betapa rapuhnya manusia, betapa mudahnya kita iri dengan kehidupan orang lain, betapa mudahnya kita menghakimi bahwa hidup orang lain selalu terlihat lebih indah, menyenangkan dibandingkan hidup kita sendiri. Kita ingin menjadi orang tersebut, orang yang kita lihat. Kenapa?

1. Kita lupa bahwa kita hanya melihat lapisan luarnya dan tidak tertarik untuk melihat isi dalamnya.
Sama seperti melihat pakaian yang bagus. Pikiran kita akan mengatakan bahwa pakaian bagus sudah pasti mahal harganya. Terkadang kita melihat hidup orang lain sama seperti pakaian itu. Kita berpikir bahwa mereka yang memiliki semuanya, pastilah bahagia. Kita sering menghakimi orang dengan tanpa sadar. Anda tahu apa yang membuat saya iri dengan si A? Jawabannya adalah karena dia memiliki banyak teman (Setidaknya di mata saya), apabila saya melihat foto-fotonya di sosial media, dia sedang pergi ke tempat ini-itu dengan jumlah teman yang banyak. Saya ingin seperti itu. Saya ingin memiliki teman sebanyak yang dia punya. Saya ingin memiliki kehidupan yang menyenangkan seperti yang dia punya. Namun kenyataannya, ketika dia mencuakkan sedikit kehidupannya, saya baru melihat apa isi dalam dari kehidupannya. Bagaimana dia dicampakkan oleh orang, dia juga merasa kesepian, merasa ditinggalkan.

2. Seberapa sering kita mengucap syukur?
Seringkali kita melodramatik, kita sendirilah yang membuat hidup kita jatuh sejatuh-jatuhnya. Kita menghiperbolakan keadaan kita yang sudah jatuh dengan pemikiran-pemikiran yang negatif pulak. Jadilah neraka dunia dimulai. Padahal, semua hal memiliki dua sisi, bukan? Mungkin saya bisa menulis ini semua karena saya tidak sedang mabuk dan bisa berpikir jernih, namun benar, seberapa sering Anda bersyukur? Bersyukur untuk hal-hal yang Anda tidak sadari? Misalnya Anda merasa kesepian, dan Anda bisa menggunakan waktu kesepian Anda untuk berdoa? Sudahkah Anda bersyukur atas kesehatan Anda, pekerjaan Anda, keluarga Anda? Udara yang Anda hirup sekarang, bersyukur karena Anda masih bisa melihat tulisan ini?

3. Aku ingin menjadi seperti dia, seperti mereka.
Ketika saya mengetahui ada orang lain yang iri dengan hidup saya, mengetahui mereka ingin menjadi seperti saya, itu adalah hal yang melegakan jiwa saya. Bukannya saya narsis. tetapi melegakan di sini lebih kepada, berarti saya telah memberikan sesuatu kepada mereka untuk mau mencontoh saya. Saya memberikan pengaruh kepada mereka. Namun permasalahannya, kebanyakan kita, termasuk saya, tidak ingin menjadi diri kita sendiri. Kita ingin menjadi orang lain, artis A, artis B, menjadi idola kita. Kenapa? Karena kita tidak menghargai diri kita sendiri. Kita tidak mau mengenal diri kita sendiri. Kita terjebak dalam pemikiran alangkah enaknya menjadi seperti dia, seperti mereka, seperti si A. Namun, mari bersama saya membuang pemikiran itu jauh-jauh, karena sekeras apapun keinginan Anda untuk menjadi mereka, Anda tetap Anda.

4. Kita hanya melihat ke atas, jarang melihat ke bawah.
Sudahkah Anda membandingkan hidup Anda dengan orang-orang yang dibawah Anda? Misalnya orang-orang yang memiliki lebih sedikit gaji dibanding Anda? Melihat orang-orang yang meminta-minta di perempatan jalan? Orang-orang yang terbaring karena sakit keras di rumah sakit? Orang-orang yang bekerja dengan beberapa macam pekerjaan untuk bisa membantu orang tua mereka? Jujur, saya selalu bersyukur bahwa nenek saya bisa hidup dengan nyaman dirumah dan masih sehat ketika saya melihat ibu-ibu yang sudah tua meminta-minta di perempatan jalan. Setidaknya keluarga saya baik-baik saja.

Memang, terkadang kita seringkali tertipu oleh permukaan luar kehidupan orang lain. Ingat, bahwa terkadang orang lain pintar menutupi permukaan luarnya dengan senyuman, kebaikan, ucapan manis namun dibalik semua itu ada kegetiran, kepahitan, dendam, amarah yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu. Jangan terlalu cepat menginginkan menjadi orang lain, karena bisa jadi orang lain pun ingin menjadi seperti Anda dari berbagai pihak. Setidaknya, percakapan saya dengan teman saya hari ini, menjitak nurani dan mencubit jiwa saya bahwa saya spesial, saya memiliki sesuatu yang orang lain belum tentu punya, dan saya memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif kepada orang lain. Saya teringat penggalan lirik lagu dari Bon Jovi berikut

"I guess she's trying to be James Dean
She's seen all the disciples and all the "wanna be's"
No one wants to be themselves these days"

Bagaimana dengan Anda, Do you also wanna become somebody else these days?

Perpustakaan Ajaib : Bibbi Bokken

“Aku berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan. Buku–buku tersebut memunggungiku. Tak seperti manusia yang ingin berjarak denganku, buku-buku itu malah menawarkan diri untuk memperkenalkan diri mereka. Bermeter-meter jajaran buku yang tak akan pernah mampu kubaca. Dan aku tahu, apa yang ada di sini adalah kehidupan yang merupakan pelengkap kehidupanku, yang menanti untuk dimanfaatkan.” (hlm. 234)

Saya dipinjami sebuah buku oleh sahabat baik saya. Sebuah buku terbitan Mizan berjudul Perpustakaan Ajaib : Bibbi Bokken. Sebuah buku yang menarik dan sangat enak dibaca karena tidak sampai 2 hari saya telah berhasil melahap buku tersebut.

Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama tentang Buku Surat dan bagian kedua tentang Perpustakaan. Bagian pertama berisi tulisan-tulisan surat sepasang adik-kakak sepupuan, Berit Boyum dan Nils Boyum Torgersen. Berit Boyum dan Nils Boyum Torgersen menggunakan buku surat ini untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Sampai waktu yang lama pun seluruh arsip catatan tetap tersimpan rapi dan runtut.

Sejak awal hingga akhir bagian pertama, Kita dibuat penasaran terhadap berbagai pengalaman yang mereka tuliskan. Apalagi keduanya menambahkan dugaan-dugaan teori, imajinasi, serta fantasi mereka masing-masing untuk mendapatkan titik terang dari semua misteri yang mereka hadapi.

Sedangkan di bagian kedua diceritakan saat-saat di mana keduanya akhirnya berkumpul kembali untuk memecahkan misteri tersebut. Hingga akhirnya mereka berhasil menemukan dan memasuki perpustakaan bawah tanah milik Bibbi Bokken. Di bagian inilah akhirnya semua misteri tersebut diurai satu persatu.

Buku surat Berit Boyum dan Nils Boyum Torgersen, yang selama ini menjadi alat komunikasi keduanya, ternyata diincar seorang wanita misterius, yang tak dikenal sebelumnya. Bersama komplotannya perempuan misterius tersebut menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit Boyum dan Nilas Boyum Torgersen.

Buku imajinatif ini ditulis oleh Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup. Saya salut karena bahasa-bahasa mereka selalu piawai meramu banyak hal dalam aspeknya melalui sudut pandang anak-anak. Banyak sekali unsur yang dimasukkan dalam buku ini, mulai dari misteri, pengetahuan, dan filsafat. Di bukunya yang ini selama mengikuti petualangan Berit dan Nils tersebut, banyak wawasan mengenai perbukuan yang dapat disimak pembaca. Misalnya tentang klasifikasi Dewey yang sering digunakan untuk menandai buku-buku di perpustakaan. Selain itu, juga ada istilah kepustakaan yang diperjelas di dalamnya. Jelas, tidak salah sahabat baik saya mengidolakan karya-karya penulis Jostein Gaarder, dan mungkin saya pun menjadi salah satu pengagum beliau.

Belekberi (Blackberry)

"Sekarang bukan lagi era telepon atau sms. Tapi, era-nya Blackberry Messenger. PING!"

Tahukah Anda bahwa Indonesia adalah pengguna BB terbesar di Asia? Kok bisa? Masyarakat Indonesia memiliki kultur budaya yang suka mengobrol, mencintai sesuatu yang murah, bagus, cepat, instan dalam berkomunikasi. (Kalo perlu, gratis alias minjem!).

Jadi, Blackberry bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat untuk mengobrol yang besar ini. Cukup menggunakan Blackberry (BB), kita bisa melakukan semuanya mulai dari chatting, sosial media, ngobrol dengan teman, multimedia dan lain sebagainya.

Sudah menjadi pemandangan yang biasa di kota-kota besar Indonesia bahwa muda-mudi, orang tua, kakek-nenek mahir menggunakan Blackberry.

1. Pertemanan bisa sangat jahat ketika Blackberry muncul.
Menurut opini saya, sistem pertemanan Indonesia itu terkadang amat-sangat jahat, khususnya untuk para muda-mudi. Saat ini, tidak mempunyai Blackberry berarti Anda ketinggalan jaman / nggak gaul. Saya pernah mendengar sekumpulan anak cewek yang agak memaksa temannya untuk menggunakan uang sekolah bulanannya untuk membeli Blackberry saat saya sedang membeli aksesoris handphone saya di daerah Roxi. Berikut cuplikannya :

Temen koempoel : "Lo pake BB dong kaya kita-kita, biar kita gampang kontekannya!"
Si korban : "Pengen sih. Tapi duit dari mana?"
Temen koempoel : "Pake aja uang sekolah lo. Ntar tinggal bilang ke bonyok lo uangnya ilang atau jatoh. Atau apa, kek. Boong dikit gapapa lah. Ga setia kawan loe"
Temen-temen koempoel (yang laen) : "Iye lo! Beli aja (ngomporin)
Saya : "Alamakjan!"

Untungnya, si gadis korban, sebut saja Mawar, berhasil menahan imannya dan menolak ajakan dan paksaan teman-temannya. Agak miris mendengarnya memang, tapi itulah faktanya. Saya sendiri menggunakan Blackberry karena tuntutan pekerjaan sebenarnya.

Rekan-rekan sekantor, bos, klien, teman-teman, semuanya sudah menggunakan BB. Jadinya saya yang diomelin karena tidak memakai BB. Meskipun awalnya saya tidak menyukainya karena spesifikasi dan fitur Blackberry sebenarnya biasa-biasa saja, namun seperti yang saya bilang, terkadang pertemanan di kota-kota besar bisa sangat jahat. Dan sialnya, saya jadi BB-addict juga. (#tepokjidad). Tidak memegang Blackberry, hidup serasa kurang lengkap! Halah...

2. Blackberry hanya 'laku-keras' di Indonesia?
Seperti yang saya tulis diatas bahwa pengguna terbesar BB adalah Indonesia. Kejadian lucu saat saya bepergian ke Jepang. Entah disana adalah negara yang sangat maju secara teknologi atau apa, kebanyakan dari mereka menggunakan handphone lokal seperti NTT Do Co Mo atau Vodaphone, tidak jarang juga iPhone. Wong gimana ngga mau pake merek lokal, Handphone cupu disana kecepatan internetnya aja secepat air bah mengalir. Dan kebanyakan dari mereka tidak tahu Blackberry itu apa. Bahkan BB teman saya sempat ditawar 3500 yen oleh penjaja elektronik di daerah Akihabara. (350.000 rupiah doang, padahal BBnya Torch. Sakit hati).

Saat saya menulis artikel ini, Blackberry meluncurkan tipe baru yakni BB Bold Bellagio (9790) di Pacific Place untuk 1.000 orang pertama. Anda tentu sudah tahu seperti apa euforia yang terjadi disana tentunya. Ada teman saya yang rela untuk menginap disana untuk mendapatkan nomor dan jam 6 pagi, tebak berapa nomor antriannya! Nomor 453 saja saudara-saudara. Teman saya mengatakan "Orang-orang yang mengantri BB terbaru ini adalah orang-orang yang ingin kelihatan keren, tapi dana pas-pasan." Anda setuju? Saya cukup setuju.

3. Setidaknya, kita bisa lebih hemat dan cepat.
Memang benar bahwa menggunakan BB sekarang jauh lebih hemat dan cepat. Hemat karena kalau dulu saya harus menyisihkan setidaknya 100rb rupiah untuk pulsa telepon supaya bisa sms-an. Sekarang saya hanya menyisihkan 45rb/bulan untuk BBM-an. (sepuasnya). Cepat karena saya bisa mengirimkan proposal, desain, materi kerjaan lewat BB ke bos atau rekan kerja atau lainnya. Bayangkan, sekali sms Rp.350 perak. Bisa dihitung berapa rupiah yang harus dikeluarkan kalau seharian kita ngobrol dengan sms ke 20 orang sebanyak 100 sms?

4. Pin BB is a Must!
Lucunya, sekarang orang-orang lebih takut kehilangan no PIN kontek BB-nya dibanding kehilangan nomor telepon. Saya punya teman yang suatu ketika tanpa sengaja BB-nya kecemplung di toilet kamar mandi, terpaksa membeli BB baru lagi dan stressnya bukan main. Ratusan PIN BB yang ada di Blackberry lamanya hilang semua.

Kalau Anda merasakan / mendapatkan hal yang sama dengan paragraf ini, Anda mendapatkan simpati saya. Saya sendiri pun seperti ini rasanya, saya sudah jarang menyimpan nomor telepon di handphone BB saya. Karena saya pikir, toh saya bisa dengan mudah BB-an. Teman baik saya yang tidak menggunakan BBmengatakan, "Itulah sindrom orang yang pake BB, kalau BBnya off, kesannya dunianya berhenti. mereka lupa masih ada telepon dan SMS."

5. Hati-hati dengan penyakit Blackberry Thumb!
Apabila Anda pengguna Blackberry dan sering merasakan sakit atau nyeri pada ibu jari Anda, mungkin Anda terkena penyakit baru yang sedang banyak dialami yaitu, 'BlackBerry Thumb'. Blackberry Thumb adalah nama yang diberikan untuk cidera regangan berulang akibat ibu jari mengetik di atas keypad yang kecil.

Masalahnya adalah orang melakukan aktivitas yang sama untuk periode lama padahal tubuh tidak diciptakan untuk melakukan hal seperti itu. Saya sendiri sekarang sering merasakan nyeri pada jempol tangan kanan saya. Rasanya tulang persendian jempol saya selalu ingin di-pletek'in melulu karena nyeri. Apakah saya mengidap Blackberry Thumb? Amit-amit jangan.

6. More virtual friend, Less real friend.
Sebalnya, karena BB itu tidak memiliki batas jarak. Terkadang teman saya pun sampai curhat lewat BB. Jujur, sejak saya menggunakan BB, saya merasa teman saya di dunia nyata berkurang jauh. Sekarang saya memiliki jauh lebih banyak teman virtual. Maksud saya virtual adalah hanya chat by BB / YM saja.

Akibatnya? Saking seringnya saya kopidarat di BB, saya jadi sedikit canggung apabila bertemu orang secara langsung. Beda rasanya kalau saya chat dengan mereka di BB. (Fakta yang menyedihkan namun itu yang terjadi)

Yang terjadi biasanya ketika saya mematikan lampu kamar bersiap mau tidur, ditengah kegelapan, ada seberkas sinar kecil yang terus menerus berkedip menunjukkan ada BBM masuk. Apa isinya? Ternyata hanya tes contact, ada yang sekedar broadcast message.

Itu masih mending, beberapa kali saya mendapatkan ada teman yang menerus PING! hanya karena mereka tidak bisa tidur dan mencari teman ngobrol di BB. Bukannya saya tidak mau meladeni atau mengobrol dengan mereka. Tapi tolong hargai waktu orang lain juga karen saya juga butuh istirahat dan butuh waktu untuk menikmati quality time saya secara personal tanpa gangguan BBM masuk. Akhirnya saya memutuskan, kalau memang mau curhat, setidaknya silahkan telepon ke nomor Esia saya. Saya sedikit males dan capek menunggu kiriman Delivered dan Read dari Blackberry.

Sering saya mendengar teman-teman saya cerita bahwa si A curhat sampai pagi sampe teman saya kurang tidur. Bisa dilihat dari matanya yang sembab dan kantung mata seperti panda. Tidak lupa beberapa belek (kotoran mata) yang masih ada di pinggir matanya. Benar-benar dunia Belek-Beri.

Thursday, November 24, 2011

In Time : Ketika waktu adalah uang.

"Just once I'd like to wake up with more time on my hand than hours in the day."

Film ini mengisahkan ketika di masa depan, setiap manusia akan secara genetika berhenti menua ketika manusia mulai berusia 25 tahun dan akan mulai 'hidup' 1 detik setelah mereka mencapai umur 25 tahun.

Mata uang yang dipakai di dunia In Time adalah Waktu -mulai dari detik, menit, jam- Anda bisa membeli kopi seharga dua menit, gaji Anda dibayar sebanyak 30 jam, bahkan Anda bisa mentransfer waktu hidup Anda kepada orang lain. Sisa waktu hidup manusia akan terpancar dari cahaya glow-in-the-dark yang terdapat di dalam lengan setiap manusia. Orang kaya bisa hidup selamanya, sementara orang miskin harus mencoba segala cara untuk tetap hidup.

Will Salas (Justin Timberlake) kehilangan ibunya karena harga-harga barang dan jasa naik secara tiba-tiba mengakibatkan Will Salas pergi ke GreenWich, kota metropolitan dimana orang-orang kaya tinggal dan hidup didalamnya dengan waktu yang sangat banyak setelah secara kebetulan dia diberikan waktu yang sangat banyak oleh seseorang yang sudah bosan dengan hidupnya. Di kota itu, Sylvia Weis (Amanda Seyfried) akhirnya turut membantu Will dalam merubah sistem mata uang yang ada untuk keadilan.

Menurut opini saya, secara keseluruhan film ini berjalan dengan alur yang lambat namun masih bisa dinikmati. Akting dari Justin Timberlake dan Amanda Seyfried cukup lumayan untuk saya, namun saya kurang menyukai akting dari TimeKeeper yang diperankan oleh Cillian Murphy yang menurut saya agak kaku. Saya cukup tertarik dengan konsep "Waktu adalah uang" yang diceritakan secara harafiah di film ini. Tampaknya pembuat film ini ingin mengajak penontonnya untuk lebih menghargai waktu yang kita miliki. Ada beberapa hal yang menjadi pemikiran saya setelah menonton film ini.

1. Apakah Anda berjalan? Atau Anda berlari?
Di dalam film ini, ketika Will Salas pertama kali datang ke kota GreenWich, ia menarik banyak perhatian orang-orang hanya karena dia ... berlari. Kenapa begitu? Karena berlari / terburu-buru adalah salah satu ciri-ciri orang yang sadar dia tidak memiliki banyak waktu dan ingin menghargai waktunya. Masyarakat di kota GreenWich tidak pernah berlari, mereka cenderung berjalan santai, pelan karena mereka memiliki banyak sekali waktu. Saya cukup tersentak ketika menyadari pemikiran berikut : Orang yang memiliki lebih sedikit waktu akan benar-benar menghargai waktu, dan orang-orang yang memiliki banyak waktu, cenderung tidak menghargai bahkan membuang-buang waktu. Apakah Anda berlari? Atau Anda sedang berjalan dan membuang-buang waktu Anda?

2. Seberapa besar Anda ingin hidup abadi dan tidak bisa mati?
Philippe Weis: Orang yang mau hidup abadi, mereka harus mengorbankan banyak orang.
Will Salas: Tidak ada manusia yang harus hidup abadi, jadi tidak ada yang perlu mati.

Apakah Anda mengorbankan orang lain hanya untuk keinginan Anda? Apakah Anda egois dengan memperdaya / menipu orang lain untuk tujuan Anda? Bahkan di film ini, diceritakan bahwa orang yang memiliki kekayaan 100 tahun hidupnya pun dengan rela menukar sisa waktunya untuk kebahagiaan orang lain. Bagaimana dengan Anda? Relakah Anda menukar waktu Anda untuk mendengar keluhan orangtua Anda? Sudahkah Anda meluangkan waktu Anda untuk mengucap syukur kepada Tuhan? Relakah Anda menukar waktu Anda untuk melakukan pekerjaan Anda sehari-hari?

3. Poster In Time vs Sang Penari.
Hanya sekedar selingan opini saya tentang poster film yang dipasang dibioskop-bioskop Indonesia. Saya juga baru menyadari setelah teman saya nyeletuk bahwa poster film In Time ini sama dengan film buatan Indonesia yang berjudul Sang Penari. Kalau Anda lihat poster Sang Penari dengan poster In Time di sebelah, bagaimana menurut Anda? Kebetulankah? Tentu saja saya harap tidak, meskipun kalau ternyata benar, saya juga memakluminya. (Maklum, plagiarisme adalah salah satu kemampuan alami negatif orang-orang Indonesia, toh?)

Setelah menonton film ini, saya bersyukur bahwa Tuhan memberikan kita waktu dan Dia begitu bermurah hati karena kita tidak bisa melihat berapa sisa waktu yang kita miliki. Seakan kita diberikan kemampuan untuk melupakan waktu. Dan saya juga merasa beruntung, terkadang Tuhan memberikan kita extra time. Sebagai manusia, terkadang kita tidak ingat / tidak sadar suatu hari nanti kita akan meninggal dan waktu kita akan habis di dunia ini suatu saat nanti. Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah menghargai waktu yang diberikan kepada kita?

Setidaknya melalui film ini, saya tersadar untuk lebih menghargai waktu. Saya yakin Tuhan akan berkata-kata kepada kita sama persis seperti kalimat terakhir Henry Hamilton saat dia memberikan seluruh waktu hidupnya kepada Will Salas, "Dont Waste My Time."