
Selepas lawatan saya mengikuti Singapore Design Festival 2011 pada 24-26 Oktober lalu. Satu hal yang membuat saya puas berada di Singapura adalah masalah transportasinya. Tidak dapat dipungkiri kalau memang transportasi di Singapura jauh lebih baik daripada transportasi di tanah air yang sangat-sangat payah (Oh Pemerintah. Apa kerjamu wahai pemerintah?)
Walaupun matahari di Singapura terasa sama teriknya seperti di Jakarta (Malah terasa lebih terik), namun perjalanan saya dari satu tempat ke tempat lainnya tidak terasa letih. Bandingkan apabila kita menempuh jalan-jalan di Jakarta yang penuh dengan debu, polusi, macet, ketidakteraturan dari para pengemudinya, membuat kita semua penghuni Jakarta hanya bisa geleng-geleng kepala.
Walaupun matahari di Singapura terasa sama teriknya seperti di Jakarta (Malah terasa lebih terik), namun perjalanan saya dari satu tempat ke tempat lainnya tidak terasa letih. Bandingkan apabila kita menempuh jalan-jalan di Jakarta yang penuh dengan debu, polusi, macet, ketidakteraturan dari para pengemudinya, membuat kita semua penghuni Jakarta hanya bisa geleng-geleng kepala.
1. Transportasi
MRT (Mass Rapid Transportation) menjadi salah satu sarana transportasi favorit di Singapura karena ketepatan waktu, kecepatan, harga yang tergolong murah, stasiun-stasiun yang melewati hampir seluruh area Singapura dan juga kapasitas muat dari MRT menjadikan sarana transportasi yang satu ini menjadi primadona para penduduk Singapura maupun para wisatawan untuk beranjak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Saya sendiri sangat suka menggunakan MRT, saya suka dengan atmosfernya, suasana stasiunnya, mengamati orang-orang yang berada didalam MRT, saya menyukai ketepatan waktunya, kebersihannya.
Harga taksi pun dikabarkan tidak terlalu mahal apabila berada di Singapura, meskipun sering saya dengar ada saja taksi nakal yang memutar-mutar jalan agar argo-nya mahal. Tetapi jumlah taxi nakal itu juga (katanya) tidak seberapa banyak. Negara Singapura juga menekankan sensor batas antara area yang satu dengan area yang lain, sehingga setiap kendaraan bermotor yang melintas di area perbatasan akan secara otomatis terkena biaya pricing on road. Besarnya pun bervariasi, kalau tidak salah motor akan terkena SGD 1, mobil terkena SGD 2.5 Hal ini tentu saja untuk menekan angka pertumbuhan kendaraan bermotor di negara itu.
MRT (Mass Rapid Transportation) menjadi salah satu sarana transportasi favorit di Singapura karena ketepatan waktu, kecepatan, harga yang tergolong murah, stasiun-stasiun yang melewati hampir seluruh area Singapura dan juga kapasitas muat dari MRT menjadikan sarana transportasi yang satu ini menjadi primadona para penduduk Singapura maupun para wisatawan untuk beranjak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Saya sendiri sangat suka menggunakan MRT, saya suka dengan atmosfernya, suasana stasiunnya, mengamati orang-orang yang berada didalam MRT, saya menyukai ketepatan waktunya, kebersihannya.
Harga taksi pun dikabarkan tidak terlalu mahal apabila berada di Singapura, meskipun sering saya dengar ada saja taksi nakal yang memutar-mutar jalan agar argo-nya mahal. Tetapi jumlah taxi nakal itu juga (katanya) tidak seberapa banyak. Negara Singapura juga menekankan sensor batas antara area yang satu dengan area yang lain, sehingga setiap kendaraan bermotor yang melintas di area perbatasan akan secara otomatis terkena biaya pricing on road. Besarnya pun bervariasi, kalau tidak salah motor akan terkena SGD 1, mobil terkena SGD 2.5 Hal ini tentu saja untuk menekan angka pertumbuhan kendaraan bermotor di negara itu.
Sepeda juga saya melihat menjadi salah satu moda transportasi pilihan warga Singapura. Ada kejadian lucu saat saya sedang bertemu dengan teman saya bernama Lusi di dekat gedung Red Dot Museum. Saat saya bersama teman saya ingin memakan mini steamboat di daerah sana, saya melewati sebuah taman. Saya menanyakan soal transportasi sepeda di Singapura. Lusi mengatakan kepada saya, memang memiliki kendaraan bermotor di Singapura sangatlah mahal karena adanya sistem pricing on road yang saya jelaskan di atas sehingga banyak orang yang memilih menggunakan MRT.
Saat saya menyinggung bagaimana dengan sepeda? Lusi mengatakan kepada saya memang pemerintah memberikan jalur-jalur khusus untuk sepeda dan beberapa tempat untuk parkir sepeda. Dia juga bercerita banyak sepeda yang dicuri di Singapura. Saya sempat berpikir "Masa iya? bukannya Singapura adalah negara yang aman?" Lucunya sebelum ia menjawab saya, kami berdua melewati sebuah tempat parkir sepeda dan saya melihat sepeda yang diparkir disana sudah kehilangan ban depannya. Lusi melirik ke arah saya dan berkata, "Now you believe me?"
Saat saya menyinggung bagaimana dengan sepeda? Lusi mengatakan kepada saya memang pemerintah memberikan jalur-jalur khusus untuk sepeda dan beberapa tempat untuk parkir sepeda. Dia juga bercerita banyak sepeda yang dicuri di Singapura. Saya sempat berpikir "Masa iya? bukannya Singapura adalah negara yang aman?" Lucunya sebelum ia menjawab saya, kami berdua melewati sebuah tempat parkir sepeda dan saya melihat sepeda yang diparkir disana sudah kehilangan ban depannya. Lusi melirik ke arah saya dan berkata, "Now you believe me?"
Saya pun sangat menghargai zebra cross, warga singapura selalu menyebrang di zebra cross dan pengendara kendaraan bermotor pun berhenti di belakang garis STOP dan tidak ada yang mendahului. Semua menunggu hingga waktu tanda lampu menyala, baru mereka berjalan. Hak pengguna jalan kaki benar-benar dihormati disana.
2. Kebersihan
Selain transportasi, kebersihan negara singapura juga menjadi salah satu daya tarik saya saat melawat negara itu. Beberapa kali saat saya kesana, saya agak kesulitan mencari tong sampah saat melewati pedestrian. Entah memang jaraknya yang terlalu jauh antara tong sampah yang satu dengan yang lainnya, atau memang karena negara itu terlalu bersih sehingga pemerintah Singapura yakin masyarakatnya tidak akan membuang sampah sembarangan. Apapun alasan dibelakang itu, saya kagum dengan kebersihan yang dimiliki Singapura. Sehingga saya rela-rela menenteng-nenteng bekas kaleng minuman saya hingga saya menemukan tong sampah. setidaknya saya juga ikut menanamkan sikap mendukung kebersihan negara itu.
Saya menghabiskan waktu dengan berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain menggunakan MRT saat saya berada di Singapura. Rasanya sudah dari ujung kiri ke ujung kanan negara Singapura sudah saya singgahi dengan MRT dan saya sangat menyukainya.
Selain transportasi, kebersihan negara singapura juga menjadi salah satu daya tarik saya saat melawat negara itu. Beberapa kali saat saya kesana, saya agak kesulitan mencari tong sampah saat melewati pedestrian. Entah memang jaraknya yang terlalu jauh antara tong sampah yang satu dengan yang lainnya, atau memang karena negara itu terlalu bersih sehingga pemerintah Singapura yakin masyarakatnya tidak akan membuang sampah sembarangan. Apapun alasan dibelakang itu, saya kagum dengan kebersihan yang dimiliki Singapura. Sehingga saya rela-rela menenteng-nenteng bekas kaleng minuman saya hingga saya menemukan tong sampah. setidaknya saya juga ikut menanamkan sikap mendukung kebersihan negara itu.
Saya menghabiskan waktu dengan berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain menggunakan MRT saat saya berada di Singapura. Rasanya sudah dari ujung kiri ke ujung kanan negara Singapura sudah saya singgahi dengan MRT dan saya sangat menyukainya.
Saat saya melintasi stasiun MRT di City Hall untuk berpindah MRT, saya melihat stasiun perpindahan MRT yang sangat bersih. Poster-poster iklan dan film yang tertata rapi, penunjuk arah yang masih bersih tanpa coretan, dinding-dinding yang dipenuhi dengan pahatan-pahatan unik, eskalator berjalan yang berada di samping stasiun.
Saya sempat berkata kepada teman saya "Wah, kalau di Jakarta, mungkin stasiun yang rapih ini sudah penuh dengan para penjual-penjual kaki 5, pengemis dan juga preman. Dinding-dinding sudah dipilox dengan kata-kata kotor atau nama-nama sekolah negeri (BOEDOET beibeh), penunjuk arah yang sudah hilang dan lain sebagainya," tetapi singapura tidak demikian. Setiap tempat sudah memiliki fungsinya sendiri. Siapa yang tidak ingin berada di tempat yang bersih? kebersihan tentu memiliki efek samping yaitu kenyamanan.
Saya sempat berkata kepada teman saya "Wah, kalau di Jakarta, mungkin stasiun yang rapih ini sudah penuh dengan para penjual-penjual kaki 5, pengemis dan juga preman. Dinding-dinding sudah dipilox dengan kata-kata kotor atau nama-nama sekolah negeri (BOEDOET beibeh), penunjuk arah yang sudah hilang dan lain sebagainya," tetapi singapura tidak demikian. Setiap tempat sudah memiliki fungsinya sendiri. Siapa yang tidak ingin berada di tempat yang bersih? kebersihan tentu memiliki efek samping yaitu kenyamanan.
Dari beberapa hari lawatan saya ke Singapura, saya menghabiskan beberapa waktu saya berada di The Coffee Connoisseur (TCC) di Bugis Junction. TCC adalah semacam kedai kopi seperti Starbucks namun bisa dibilang versi Singapore. Saya mengambil notebook saya dan memikirkan kenapa transportasi di Singapura bisa sedemikian majunya dibanding negara kita?
3. Kawasan
Menurut Sejarah Melayu, nama Singapura diberikan oleh Sang Nila Utama, pangeran Melayu dari Palembang pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau. Saat di pulau, Sang Nila Utama melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura (berarti "kota singa").
Singapura adalah negara yang bisa dibilang kecil karena awalnya Singapura bergabung dengan Malaysia, lalu pada tahun 1965 Singapura dimerdekakan oleh Indonesia dan memisahkan dirinya dari Malaysia. (Yap! Dimerdekakan oleh siapa, anak-anak? Oleh Indonesia Bu Guru! Pintar!!) Sehingga tentu saja penduduknya tidak terlalu banyak, memang tidak terlalu banyak sumber daya yang bisa dibanggakan dari Singapura dan saya rasa pemerintah Singapura sadar akan hal ini sehingga dicari objek lain yang dapat membuat negara kecil ini menarik. Salah satunya yaitu memulai ekonomi modern dari sektor perakitan dan elektronik.
3. Kawasan
Menurut Sejarah Melayu, nama Singapura diberikan oleh Sang Nila Utama, pangeran Melayu dari Palembang pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau. Saat di pulau, Sang Nila Utama melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura (berarti "kota singa").
Singapura adalah negara yang bisa dibilang kecil karena awalnya Singapura bergabung dengan Malaysia, lalu pada tahun 1965 Singapura dimerdekakan oleh Indonesia dan memisahkan dirinya dari Malaysia. (Yap! Dimerdekakan oleh siapa, anak-anak? Oleh Indonesia Bu Guru! Pintar!!) Sehingga tentu saja penduduknya tidak terlalu banyak, memang tidak terlalu banyak sumber daya yang bisa dibanggakan dari Singapura dan saya rasa pemerintah Singapura sadar akan hal ini sehingga dicari objek lain yang dapat membuat negara kecil ini menarik. Salah satunya yaitu memulai ekonomi modern dari sektor perakitan dan elektronik.
Data survei dari Mercer Human Resource Consulting menyatakan bahwa Singapura menduduki urutan ke-5 di Asia dalam standar kehidupan termahal; dan dalam urutan ke-14 di dunia. Tidakkah itu mengagumkan untuk negara yang tergolong "kecil?" Bagaimana dengan Indonesia? (saya pun tepok jidat untuk urutan Indonesia yang berada di urutan 169)
4. Penduduk
Walaupun negara ini kecil namun Singapura merupakan salah satu negara terpadat di dunia. Namun hal ini mungkin tidak terlalu terasa karena 85% rakyat singapura sudah tinggal di rumah susun yang disediakan oleh Dewan Pengembangan Rumah. Saya mengatakan Singapura adalah negeri bagi para pendatang karena saat saya berada di Singapura dan menggunakan MRT, banyak sekali orang pendatang. Mulai dari Indonesia, Taiwan, India, Australia, China, Malaysia, dan seterusnya. Saya sempat bertanya kepada salah satu pelayan di Coffee Shop TCC tempat saya bersantai sejenak, kira-kira ada berapa persen penduduk asli Singapura saat ini? Dia mengatakan hanya sekitar 14-15% saja, sisanya 75% etnis tionghoa, India 7% dan etnis lainnya sekitar 2%. (Hebat juga pengetahuan mbak-mbak yang kerja di coffee shop ini)
5. Hukum yang berlaku
Saya sangat merasakan hukum di Singapura sangat ketat dan memang moral para penduduknya juga mungkin lebih beradab dibandingkan dengan Indonesia yang biadab (Oops!), beberapa peraturan yang saya ingat ialah,
Meludah sembarangan didenda SGD500,
Tidak menenteng sepeda di tempat yang ditentukan SGD500,
Iseng membunyikan tanda bahaya MRT didenda SGD5.000,
Merokok di sembarang tempat SGD100.
Ingin juga rasanya sekali-kali iseng meludah disembarang tempat di Singapura? Kenapa? Karena saya penasaran siapakah yang akan mendenda saya? Dan apakah memang benar hukum disana benar-benar dijalankan? Tetapi setelah berpikir dendanya lumayan besar, saya mengurungkan niat saya.
Mungkin orang-orang di Singapura lebih mudah diatur karena kebanyakan warga pendatang yang menggantungkan hidup disana dan mereka menyadari hidup teratur akan lebih baik untuk mereka juga. Berbeda dengan Indonesia yang rata-rata mental penduduknya adalah "hukum dibuat untuk dilanggar" sehingga saya sebagai pendatang pun mau tidak mau mengikuti peraturan yang dibuat oleh negara ini (Lagipula ini peraturan yang baik.)
6. Etos Kerja
Singapura memang dipenuhi oleh orang-orang yang bisa dibilang workaholic. Saya saja baru bisa menemui teman saya, Lusi setelah pukul 8 malam. Itupun Lusi meminta izin lebih cepat pulang kantornya untuk bisa menemui saya. Biasanya ia pulang hingga pukul 10 malam (paling cepat.) Saya juga memiliki banyak teman di Singapura yang memang jam kerjanya padat.
Mungkin oleh karena terlalu banyak orang yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga banyak warga Singapura yang tidak terlalu ingin memiliki anak. Pemerintah Singapura pun kesulitan dalam menambah penduduknya. Etos kerja yang dimiliki penduduk Singapura pun sangat mengagumkan untuk saya. Mungkin kalau Anda berkunjung ke Singapura, Anda akan melihat orang tua masih bekerja, entah itu sebagai pembersih piring-piring kotor di foodcourt, pengisi bensin di station-station, penjaga tiket MRT. Ada cerita dibalik ini semua.
4. Penduduk
Walaupun negara ini kecil namun Singapura merupakan salah satu negara terpadat di dunia. Namun hal ini mungkin tidak terlalu terasa karena 85% rakyat singapura sudah tinggal di rumah susun yang disediakan oleh Dewan Pengembangan Rumah. Saya mengatakan Singapura adalah negeri bagi para pendatang karena saat saya berada di Singapura dan menggunakan MRT, banyak sekali orang pendatang. Mulai dari Indonesia, Taiwan, India, Australia, China, Malaysia, dan seterusnya. Saya sempat bertanya kepada salah satu pelayan di Coffee Shop TCC tempat saya bersantai sejenak, kira-kira ada berapa persen penduduk asli Singapura saat ini? Dia mengatakan hanya sekitar 14-15% saja, sisanya 75% etnis tionghoa, India 7% dan etnis lainnya sekitar 2%. (Hebat juga pengetahuan mbak-mbak yang kerja di coffee shop ini)
5. Hukum yang berlaku
Saya sangat merasakan hukum di Singapura sangat ketat dan memang moral para penduduknya juga mungkin lebih beradab dibandingkan dengan Indonesia yang biadab (Oops!), beberapa peraturan yang saya ingat ialah,
Meludah sembarangan didenda SGD500,
Tidak menenteng sepeda di tempat yang ditentukan SGD500,
Iseng membunyikan tanda bahaya MRT didenda SGD5.000,
Merokok di sembarang tempat SGD100.
Ingin juga rasanya sekali-kali iseng meludah disembarang tempat di Singapura? Kenapa? Karena saya penasaran siapakah yang akan mendenda saya? Dan apakah memang benar hukum disana benar-benar dijalankan? Tetapi setelah berpikir dendanya lumayan besar, saya mengurungkan niat saya.
Mungkin orang-orang di Singapura lebih mudah diatur karena kebanyakan warga pendatang yang menggantungkan hidup disana dan mereka menyadari hidup teratur akan lebih baik untuk mereka juga. Berbeda dengan Indonesia yang rata-rata mental penduduknya adalah "hukum dibuat untuk dilanggar" sehingga saya sebagai pendatang pun mau tidak mau mengikuti peraturan yang dibuat oleh negara ini (Lagipula ini peraturan yang baik.)
6. Etos Kerja
Singapura memang dipenuhi oleh orang-orang yang bisa dibilang workaholic. Saya saja baru bisa menemui teman saya, Lusi setelah pukul 8 malam. Itupun Lusi meminta izin lebih cepat pulang kantornya untuk bisa menemui saya. Biasanya ia pulang hingga pukul 10 malam (paling cepat.) Saya juga memiliki banyak teman di Singapura yang memang jam kerjanya padat.
Mungkin oleh karena terlalu banyak orang yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga banyak warga Singapura yang tidak terlalu ingin memiliki anak. Pemerintah Singapura pun kesulitan dalam menambah penduduknya. Etos kerja yang dimiliki penduduk Singapura pun sangat mengagumkan untuk saya. Mungkin kalau Anda berkunjung ke Singapura, Anda akan melihat orang tua masih bekerja, entah itu sebagai pembersih piring-piring kotor di foodcourt, pengisi bensin di station-station, penjaga tiket MRT. Ada cerita dibalik ini semua.
Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew mengeluarkan kebijakan/dekrit yaitu “larangan kepada para orangtua untuk tidak menghibahkan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka PM Lee membuat dekrit lagi, yaitu agar semua perusahaan negara dan swasta di singapura memberi pekerjaan kepada para lansia. Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1th bekerja.
Sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak-anak dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan direstoran dsbnya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak-anak dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya. Sebaliknya, anak di sana dididik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya.
Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri, atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya. Mereka, warganegara Singapura seolah diingatkan oleh PM lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orangtua mereka-lah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, memberi pula yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, danmenggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.
Memang miris melihatnya karena di Indonesia, orang-orang tua seperti mereka biasanya sudah tidak bisa apa-apa dan hanya mengharapkan anaknya menampung dan merawat mereka. Saya cukup bersyukur oma saya tidak perlu bekerja seperti orang tua di Singapura. Kalau ada iklan A Mild dalam konteks ini, mungkin tagline-nya adalah "Yang tua saja kerja, masa yang muda tidak?"
7. Makanan
Hal apapun di dunia ini pasti ada kebaikan dan keburukan. Saya kurang menyukai makanan-makanan di Singapura karena hampir setiap masakan di Singapura bisa dikatakan "tasteless" atau hambar. Jujur, jauh lebih enak makanan di Indonesia. Dan hal yang mengerikan lainnya adalah warga penduduk Singapura benar-benar individualistis. Penduduk Singapura cenderung cuek terhadap orang lain, anak muda-anak muda ABG disana memakai rok yang sangat pendek, celana dalamnya "terceplak" jelas, rambut yang dicat warna-warni, tidak ada orang yang peduli, biasa saja. Saya sendiri pun tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Bayangkan kalau di Indonesia, kalau ada cewek dengan dandanan menor seperti itu tidak akan langsung dicap negatif oleh orang lain? Jangankan dandanan menor, melihat wanita memakai sepatu boot sebetis saja rasanya aneh kalau di Jakarta.
7. Makanan
Hal apapun di dunia ini pasti ada kebaikan dan keburukan. Saya kurang menyukai makanan-makanan di Singapura karena hampir setiap masakan di Singapura bisa dikatakan "tasteless" atau hambar. Jujur, jauh lebih enak makanan di Indonesia. Dan hal yang mengerikan lainnya adalah warga penduduk Singapura benar-benar individualistis. Penduduk Singapura cenderung cuek terhadap orang lain, anak muda-anak muda ABG disana memakai rok yang sangat pendek, celana dalamnya "terceplak" jelas, rambut yang dicat warna-warni, tidak ada orang yang peduli, biasa saja. Saya sendiri pun tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Bayangkan kalau di Indonesia, kalau ada cewek dengan dandanan menor seperti itu tidak akan langsung dicap negatif oleh orang lain? Jangankan dandanan menor, melihat wanita memakai sepatu boot sebetis saja rasanya aneh kalau di Jakarta.
8. Bagaimanapun juga ....
Saya berharap sekali Indonesia, khususnya Jakarta dapat seperti Singapura meskipun mungkin hal ini mungkin baru akan terjadi di acara "mimpi kali yee" Kenapa? Karena masyarakat kita sangat susah sekali diatur, tidak ingin disalahkan, tidak ingin maju, selalu ingin merusak dan melanggar peraturan, sok tau, pemalas, ingin serba instant, ingin kaya mendadak, percaya hal-hal yang mistis, sok agamais, munafik dan ratusan ribu hal negatif lainnya. Walau kita kita merdeka, sayangnya mental penduduk Indonesia masihlah mental budak yang hanya mau disuapi untuk menikmati makanan. (*tepokpantat)
Saya berharap sekali Indonesia, khususnya Jakarta dapat seperti Singapura meskipun mungkin hal ini mungkin baru akan terjadi di acara "mimpi kali yee" Kenapa? Karena masyarakat kita sangat susah sekali diatur, tidak ingin disalahkan, tidak ingin maju, selalu ingin merusak dan melanggar peraturan, sok tau, pemalas, ingin serba instant, ingin kaya mendadak, percaya hal-hal yang mistis, sok agamais, munafik dan ratusan ribu hal negatif lainnya. Walau kita kita merdeka, sayangnya mental penduduk Indonesia masihlah mental budak yang hanya mau disuapi untuk menikmati makanan. (*tepokpantat)
Namun demikian, Indonesia adalah tempat kelahiran saya, tempat dimana saya tinggal dan mungkin tempat saya meninggal nantinya. Saya sebagai warga biasa hanya bisa mengelus dada melihat ibukota Jakarta yang semakin hari terasa semakin sesak dan tidak lagi bersahabat. Mungkin benar kata teman saya beberapa tahun lalu saat ia pindah ke Eropa "Seharusnya orang Indonesia itu dibawa dulu ke luar negeri semuanya. Lihat semua yang baik di luar negeri, lalu berkaca dan mengevaluasi diri, karena kalau Indonesia bisa seperti Eropa, percaya sama saya, semua negara akan memandang Indonesia secara tinggi, karena semua sumber daya alam ada di Indonesia" Memang ucapan itu pahit, terasa sangat benar adanya.
Kebanyakan dari masyarakat kita tidak pernah mau berbenah dan mengevaluasi diri. Saya hanya berharap pemerintah Indonesia dapat memperhatikan masalah transportasi ini, bubarkanlah busway karena menurut saya busway tidaklah efektif. Yang efektif menurut saya adalah Monorail, kenapa? Karena monorail dapat menampung banyak orang, dan dengan jalur monorail diatas jalan, mobil-mobil pun tidak terganggu.
Berbeda dengan busway yang tidak efektif. Berapa banyak orang meninggal karena tertabrak? sudah tidak lagi eksklusif, memakan jalur. Saya juga menyadari kalau stasiun-stasiun MRT di Singapura mirip sekali dengan MTR di Hongkong, kenapa? Ternyata karena dua negara ini adalah sama-sama bekas jajahan Inggris. Yang mana biasanya negara-negara bekas jajahan Inggris biasanya berkembang pesat. Sayang sekali Indonesia dijajah oleh Belanda, bukan Inggris. peninggalan Belanda boeat kita cume bendungan, meriam ama aspal. Hiks.
Berat rasanya saya meninggalkan Singapura dan harus kembali ke rutinitas saya di Jakarta. Yang membuat miris hati saya adalah ketika saat saya menapakkan kaki kembali ke bandara Soekarno-Hatta, sekumpulan calo taksi sudah memberondong saya dan dengan inisiatifnya sendiri membawa barang-barang saya ke taksi mereka. Saya hanya mendiamkan mereka dan mengatakan "Ngapain mas bawa barang saya? Mobil saya ada di parkiran depan, kok" dan mereka dengan ketusnya mengatakan "Kenapa ngga bilang dari tadi?" Dalam hati saya hanya berpikir, "Gimana mau maju negara ini kalau mental-mental orangnya seperti ini?"
Kebanyakan dari masyarakat kita tidak pernah mau berbenah dan mengevaluasi diri. Saya hanya berharap pemerintah Indonesia dapat memperhatikan masalah transportasi ini, bubarkanlah busway karena menurut saya busway tidaklah efektif. Yang efektif menurut saya adalah Monorail, kenapa? Karena monorail dapat menampung banyak orang, dan dengan jalur monorail diatas jalan, mobil-mobil pun tidak terganggu.
Berbeda dengan busway yang tidak efektif. Berapa banyak orang meninggal karena tertabrak? sudah tidak lagi eksklusif, memakan jalur. Saya juga menyadari kalau stasiun-stasiun MRT di Singapura mirip sekali dengan MTR di Hongkong, kenapa? Ternyata karena dua negara ini adalah sama-sama bekas jajahan Inggris. Yang mana biasanya negara-negara bekas jajahan Inggris biasanya berkembang pesat. Sayang sekali Indonesia dijajah oleh Belanda, bukan Inggris. peninggalan Belanda boeat kita cume bendungan, meriam ama aspal. Hiks.
Berat rasanya saya meninggalkan Singapura dan harus kembali ke rutinitas saya di Jakarta. Yang membuat miris hati saya adalah ketika saat saya menapakkan kaki kembali ke bandara Soekarno-Hatta, sekumpulan calo taksi sudah memberondong saya dan dengan inisiatifnya sendiri membawa barang-barang saya ke taksi mereka. Saya hanya mendiamkan mereka dan mengatakan "Ngapain mas bawa barang saya? Mobil saya ada di parkiran depan, kok" dan mereka dengan ketusnya mengatakan "Kenapa ngga bilang dari tadi?" Dalam hati saya hanya berpikir, "Gimana mau maju negara ini kalau mental-mental orangnya seperti ini?"